Senin, 25 Maret 2013

Dasar Ideal dan Dasar Operasional Pendidikan Islam


A.           Pendahuluan
Perumpamaan sebuah bangunan yang tidak memiliki tiang, apakah bangunan itu akan dapat berdiri, apakah sebaliknya bangunan itu hanya akan menjadi mimpi untuk bisa membangunnya. Kaitannya dengan materi yang akan di bahas adalah mengenai dasar sebuah pendidikan, jika berfikir sederhana mungkin tidak ada kaitannya antara membangun rumah dengan pendidikan. Lalu dimanakah letak kesamaannya?.
Dalam membangun rumah dasarnya adala Pilar atau tiang, dan yang lebih utama adalah tanah. Sedangkan dalam pendidikan dasarnya terbagi atas dua macam; yang pertama adalah dasar ideal (pokok), yaitu yang tedapat dalah Al-Qur’an dan hadits. Yang kedua adalah dasar operasional, yakni yang terdapat dalam Tap MPR No.IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No.IV/MPR a978 jo. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No.II/MPR 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.[1]
Setelah terdapat dasar, tentu dasar itu memiliki fungsi yang sangat bermanfaat dan membantu. Secara umum fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Di dalam setiap Negara pasti mempunyai dasar pendidikan sendiri. Sebab ia merupakan pencerminan falsafah hidup suatu bangsa. Yang kemudian, suatu Negara dalam menyusun pendidikan bangsanya berdasarkan kepada dasar tersebut. Dan oleh karena itu maka sistem pedidikan setiap bangsa itu pasti berbeda yang disebabkan karena mereka memiliki falsafah hidup yang berbeda.
Dasar pendidikan di Malaysia misalnya, diasaskan kepada prinsip-prinsip Rukon Negara (Kerukunan Negara), karena Rukon Negara adalah merupakan falsafah hidup bangsa Malaysia. Begitu pula dasar pendidikan di Indonesia didasarkan kepada falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Dasar pendidikan islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu Negara, sistem pendidikan islam tersebut dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
B.            Dasar Pendidikan Islam
1.             Pengertian Dasar Pendidikan Islam
Dasar artinya landasan atau fondasi untuk berdirinya sesuatu, dasar merupakan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar berdiri kokoh. Fungsi dasar ialah memberikan arah pada tujuan yang akan di capai.[2]
Secara umum kita sendiri mengetahui dengan jelas bahwa dalam pendidikan Islam itu yang menjadi dasar utama ialah Al-Qur’an dan As-sunnah. Selain itu Al-Qur’an juga menjai sumber hukum Islam. Tentunya dari kedua dasar itu memiliki alasan yang kuat mengapa bisa di jadikan dasar pendidikan Islam, Al-qur’an memiliki kedudukan tinggi (pertama) diatas As-sunnah di karenakan Ia merupakan kalam Allah yang di sampaikan oleh Jibril kepada Rasulullah sebagai petunjuk hidup bagi umat Islam, agar menjadi manusia yang Islami dan tidak melenceng dari jalan yang telah di tunjuk Allah di dalam Al-Quran tersebut.
Sementara itu As-sunnah menempati urutan ke-dua sebagai dasar serta sumber hukum islam, yakni memiliki fungsi sebagai penjelas dari Al-Qur’an agar manusia juga lebih mudah mengerti tentang penjelasan yang tertuang dalam Al-Qur’an.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dasar pendidikan Islam adalah landasan yang digunakan untuk mencapai pendidikan yang Islami yang berorientasi pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
Sedangkan pengertian pendidikan Islam sendiri adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Dan juga bisa diartikan Pendidikan Islam adalah adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Pendidikan islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga terjadilahh perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup.[3]
Pendidikan Islam juga merupakan salah satu disiplin ilmu keislaman yang membahas objek-objek di seputar kependidikan. Pemahaman hakikat pendidikan Islam sebenarnya tercermin di dalam sejarah dan falsafah Islam sendiri, sebab setiap proses pendidikan tidak terlepas dari objek-objek keislaman.[4]
Konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu unsur pendidikan hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat . Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82).
2.             Dasar Ideal dan Dasar Operasional Pendidiikan Islam
a.    Dasar Ideal
Said Ismail Ali, sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung menyebutkan bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri dari : Al-Qur’an, Hadis, kata-kata sahabat, Ijtihad, kebiasaan masyarakat, serta hasil pemikiran para intelektual muslim.
1)   Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Dalam bahasa arab yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan di akhirat. Terjemahan Al-Qur’an ke bahasa lain dan tafsirnya bukanlah Al-Qur’an, dan karenanya bukan nasb yang qatb’I dan sah untuk di jadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.
Al-Qur’an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke (jalan) yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (Q.S. Al-Isra/ 17:9)
Ayat-ayat semacam ini menegaskan bahwa tujuan Al-Qur’an adalah memberikan petunjuk kepada umat manusia. Tujuan ini hanya akan tercapai dengan memperbaiki hati dan akal manusia dengan akidah-akidah yang benar dan akhlak yang mulia serta mengarahkan tingkat laku mereka kepada perbuatan yang baik.
Atas dasar ini, sebagai mana dikemukakan ‘Ali Hasballah, setiap pembahasan tetang Al-Qur’an yang bertujuan mencapai tujuan Al-Quran tersebut merupakan pembahasan yang proposional, dibutuhkan, dan berdasar pada dalil syar’i. pembahasan yang tidak bertujuan demikian tidak akan mendapat legitimasi dari dalil syar’i.[5]
Antara lain dari petunjuk itu ada tiga pokok sebagai berikut
1.    Petujuk tentang akidah dan kepercayan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan Keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

2.    Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif.

3.    Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.
Sistematika yang di gunakan Al-Qur’an dalam menyajikan kandungannya tidak sama dengan yang digunakan dalam penyususnan buku-buku ilmiah. Dalam buku-buku ilmiah satu masalah dibahas dengan satu metode tertentu serta dibagi menjadi bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam Al-Qur’an yang menerangkan banyak persoalan induk secara silih berganti. Persoalan akidah kadang-kadang bergandengan dengan persoalan hukum diterangkan, tiba-tiba muncul persoalan lain yang sepintas tampak tidak saling berhubungan.
Al-Qur’an, dalam penegasan Allah dan keyakinan kaum muslimin, merupakan sumber pertama ajaran-ajaran dasar Islam. Sebagai ajaran yang datang dari Allah Yang Maha Besar, kebenarannya bersifat mutlak dan kekal. Oleh sebab itu, sikap keagamaan orang mukmin terhadap Al-Qur’an adalah memahami kebenaran pernyataannya dengan bertitik tolak dari keyakinan; bukan memandangnya sebagai bahan baku teori, hipotensi, atau asumsi ilmiah yang memerlukan pembuktian dengan bertitik tolakdari keraguan. Umpamanya, di dalam Al-Qur’an terdapat firman Allah yang menyatakan sebagai berikut:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: “… dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)keji dan mungkar…” (Q.S. al-Ankabut/29:45)
Pernyataan tersebut menunjukan kepada hubungan kausalitas antara salat dan tercegahnya tidak kekejian dan kemungkaran. Apabila pernyataan itu dipahami dengan logika ilmiah, maka kebenarannya akan bersifat sementara sebelum terbukti secara empiris. Apabila pendidikan muslim berfikir demikian, maka dalam mendidik anak-anak agar tidak melakukan tindak kekejian dan kemungkaran ia tidak akan bersandar kepada pendidikan shalat, bahkan mungkin ia akan membiarkan anak-anak tidak melaksanakannya sampai kebenaran pernyataan di atas terbukti. Dengan demikian, ia siap melanggar kewajiban yang di sampaikan Nabi saw, sebagai berikut:
Suruhlah anak-anak kamu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun; dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka”. (H.R. Abu Dawud).
Al-Qur’an bukan kitab teori ilmu. Meskipun demikian, antara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Hubungan itu terlihat pada pilihan moral: obyek apa yang akan diteliti dan untuk apa pengetahuan yang dihasilkan diterapkan. Disamping itu, sebagai mana di kemukakan M.Quraisy Shihab, hubungan antara Al-Quran dan ilmu tidak dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam Al-Qur’an, tetapi dari adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta adakah satu ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya di nilai dengan apa yang dipersembahkan kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu. Al-Qur’an telah menciptakan iklim tersebut dengan menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran muslim yang amat sentral, yang menengahi antara iman dan amal. Dalam hal ini, para ulama sering mengemukakan perintah Allah SWT., langsung maupun tidak langsung, kepada manusia untuk berpikir, merenung, menalar, dan sebagainya. Banyak sekali seruan dalam Al-Qur’an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan, atau perintah supaya ia berpikir, merenung, dan menalar. Umpamanya, terdapat firman Allah yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran dalam mencapai hasil:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
Artinya: “Katakanlah (hai Muhammad): “sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian berpikirlah.” (Q.S. Saba’ / 34:46),
Firman Allah yang menekankan betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat:
Hubungan antar Al-Qur’an dan ilmu pendidikan Islam tampak terbatas pada segi-segi dikemukakan di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa Al-Qur’an tidak mempunyai hubungan yang luas dengan pendidikan. Dalam kaitan ini, Ahmad Ibrahim Muhanna mengatakan bahwa Al-Qur’an membahas berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan setiap manusia. Hal ini tidak aneh mengingat Al-Qur’an merupakan Kitab Hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Meskipun demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya sama. Ada yang merupakan bagian pondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain, hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan tidak ada yang tidak langsung.
Berikut sumber yang berasal dari al-Qur’an, antara lain
a)      Surat Al-Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
 “. . . . niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat ”(QS.Al-Mujadalah:11).
b)   Surat An-Nahl ayat 125;
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Ajaklah kepada Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan dengan nasehat yang baik”.(QS. An-Nahl: 125).
2)   As - Sunnah
Al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada umat manusia dengan penuh amanat; tidak sedikit pun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah yang hendaknya berusaha memahaminya, menerimanya, kemudian mengamalkannya.
Seringkali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para shahabat sebagai generasi pertama penerima Al-Qur’an. Karenanya, mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah saw. yang memang diberi otoritas untuk itu.
Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan Sunnah Rasulullah SAWsebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah, Sunnah berarti jalan, metode dan program. Sedangkan secara istilah, sunah adalah sejumlah perkara yangdijelaskan melalui sanad yang sahih, baik itu berupa perkataan, perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai, dan dibenci, peperangan,tindak tanduk dan seluruh aktivitas kehidupan Nabi SAW.
Pada hakikatnya,keberadaan Sunnah ditujukan untuk mewujudkan dua sasaran, yaitu:
1.    Menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, hal ini di isyaratkan Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya.” (QS. Al-Nahl: 44)
2.    Menjelaskan syariat dan pola perilaku, sebagaimana ditegaskan dalam firmanAllah:
Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorangRasul di antara m kepada mereka ayat-ayat-Nya (Al-Qur’an), menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab danhikmah.” (QS. Al-Jumu’ah:2)
Dalam dunia pendidikan Sunnah mempunyai dua manfaat pokok:
Pertama, Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep Al-Qur’an serta lebih memerinci penjelasan dalam Al-Qur’an.
Kedua, Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan. Misalnya, kita dapat menjadikan kehidupan Rasulullah SAW dengan para sahabat maupun anak-anaknya sebagai sarana penanaman keimanan. Rasulullah adalah sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik. Beliau sangat memperhatikan manusia sesuaidengan kebutuhan, karakteristik dan kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak.
Muhammad Salih Samak (dalam Ramayulis,2004) menyatakan bahwa contoh teladan yang baik dan cara guru memperbaiki pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh terhadap tugas, kerja, akhlak, dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada mutlamat pendidikan agama. Itulah yang di tunjukkan oleh Rasulullah.
Sumber dari hadits, yaitu;
a)   Hadist Riwayat Bukhori
بَلِّغُوْا عَنِّي وَلَوْايَه(رواه البخاري)
“Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain walaupun hanya sedikit”. (HR. Bukhari).
b)   Hadist Riwayat Baihaqi
كُلُّ مَوْلُوْدٍ ُيْولَدُ عَلى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِه اَوْيُنَصِّرَانِه اَوْ يُمَجِّسَانِه (رواه البيهقى)
“Setiap anak yang dilahitkan itu telah membawa fitrah beragam (perasaan percaya kepada Allah) maka kedua orang tauanyalah yang menjadikan anak tersebut beragam Yahudi, Nasroni atau Majusi”. (HR. Baihaqi)
b.   Dasar Operasional
Dasar operasional adalah dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pendidikan agama mulai dimasukkan kedalam sekolah di Indonesia.[6]
Dasar operasional juga terdapat dalam Tap MPR No.IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No.IV/MPR a978 jo. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap.MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No.II/MPR 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dan diperkuat lagi dengan Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab X Pasal 37 ayat 1 da 2 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewargaNegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani, ketrampilan/ kejuruan dan muatan lokal. (2) Pendidikan tinggi wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa.
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional untuk merealisasikan dasar ideal atau sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam ada enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis, dan filosofis. Keenam macam dasar itu berpusat pada dasar filosofis. (Hasan Langgulung, 1988:6-7,12).
Penentuan dasar tersebut agaknya sekuler selain tidak memasukkan dasar religius, juga menjadikan filsafat sebagai induk dari segala dasar. Dalam Islam, dasar operasional segala sesuatu adalah agama, sebab agama menjadi frame bagi setiap aktivitas yang bernuansa keislaman. Dengan agama, semua aktivitas kependidikan menjadi bermakna, mewarnai dasar lain, dan bernilai ubudiyah, Oleh karena itu, dasar  operasional pendidikan yang enam di atas perlu ditambahkan dasar yang ketujuh, yaitu agama.[7]
1)   Dasar Historis
Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh. Firman Allah SWT. dalam QS. Al-Hasyr ayat 18: “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” Misalnya, bangsa Arab memiliki kegemaran untuk bersastra, maka pendidikan sastra di Arab menjadi penting dalam kurikulum masa kini. Sebab, sastra selain menjadi identitas dan potensi akademik bagi bangsa Arab juga sebagai sumber perekat bangsa.
2)   Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosiobudaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolok ukur dalam prestasi belajar. Artinya, tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak kehilangan konteks atau tercerabut dari akar masyarakatnya. Prestasi pendidikan hampir tidak berguna jika prestasi itu merusak tatanan masyarakat. Demikian juga, masyarakat yang baik akan menyelenggarakan format pendidikan yang baik pula.
3)   Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumber-sumber serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. Oleh karena pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat.
Ekonomi yang kotor akan menjadikan ketidakberkahan hasil pendidikan. Misalnya, untuk pengembangan pendidikan, baik untuk kepentingan honorarium pendidik maupun biaya operasional sekolah, suatu lembaga pendidikan mengembangkan sistem rentenir. Boleh jadi usahanya itu secara material berkembang, tetapi tidak akan berkah secara spiritual. Peningkatan ilmu pengetahuan bagi peserta didik tidak akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap perkembangan moral dan spiritual peserta didik. Allah SWT berfirman kepada Nabi Dawud as. Dalam Hadis Qudsi: “Hai Dawud, hindari dan peringatkan pada kaummu dari makanan syubhat karena sesungguhnya hati orang yang memakan makanan syubhat itu tertutup dari-Ku.” Pada Hadis ini diisyaratkan bahwa penggunaan harta syubhat (tidak jelas halal-haramnya) tidak diperbolehkan, apalagi harta yang haram.
4)   Dasar Politik dan Administratif
Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, Dasar ini juga berguna untuk menentukan kebijakan umum (ammah) dalam rangka mencapai kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan hanya untuk golongan atau kelompok tertentu. Sementara dasar administrasi berguna untuk memudahkan pelayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan teknis dalam pelaksanaannya.
5)   Dasar Psikologis
Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. Dasar ini pula yang memberikan suasana batin yang damai, tenang, dan indah di lingkungan pendidikan, meskipun dalam kedamaian dan ketenangan itu senantiasa terjadi dinamika dan gerak cepat untuk lebih maju bagi pengembangan lembaga pendidikan.
6)   Dasar Filosofis
Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya, Bagi masyarakat sekuler dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan. Sebab, filsafat bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan. Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat Muslim, dasar ini sekadar menjadi bagian dan cara berpikir di bidang pendidikan secara sistemik, radikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan dan nilai ilahiyah.
7)   Dasar Religius
Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini secara detail telah dijelaskan pada sumber pendidikan Islam. Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam. Sebab dengan dasar ini, semua kegiatan pendidikan jadi bermakna. Konstruksi agama membutuhkan aktualisasi dalam berbagai dasar pendidikan yang lain, seperti historis, sosiologis, politik dan administratif, ekonomis, psikologis, dan filosofis.
Agama menjadi frame bagi semua dasar pendidikan Islam. Aplikasi dasar-dasar yang lain merupakan bentuk realisasi diri yang bersumberkan dari agama dan bukan sebaliknya. Apabila agama Islam menjadi frame bagi dasar pendidikan Islam, maka semua tindakan kependidikan dianggap sebagai suatu ibadah. Sebab, ibadah merupakan aktualisasi diri (self-actualization) yang paling ideal dalam pendidikan Islam. DaIam masalah agama, aktualisasi di sini tidak sama persis dengan apa yang dimaksud dalam teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, Aktualisasi di sini memiliki arti realisasi perilaku keagamaan yang pernah dijanjikan di alam arwah antara ruh manusia dan Tuhan. Sedang menurut teori Maslow, puncak kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri, yang mana agama tidak termasuk di dalamnya. Kebutuhan akan agama tidak dapat dijelaskan dalam kelima hierarki kebutuhan itu, sebab agama merupakan perilaku transendensi. Orang yang shalat misalnya, semata-mata tidak untuk mnemenuhi kebutuhan biologis, aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri, tetapi untuk memenuhi kebutuhan transendensi, seperti ikhlas karena-Nya.

C.           Penutup
Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama pendidikan Islam. Al-Qur’an mengawali konsep pendidikannya dari hal yang bersifat konkret menuju hal yang abstrak. Sementara itu Sunnah mempunyai dua sasaran dan dua manfaat pokok. Perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat juga merupakan dasar dan sumber pendidikan Islam. Untuk menetapkan hukum-hukum yang belum ditegaskan Al-Qur’an dan Hadis, para ulama menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum-hukum tersebut. Masyarakat mempunyai andil yang sangat besar terhadap pendidikan anak-anak.
Dari keterangan di atas juga dapat disimpulkan bahwa dasar operasional pendidikan Islam adalah dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Dan dari dasar operasinal itu di bagi menjadi enam macam yang diantaranya adalah dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar pilitik, dasar psikologis, dan dasar fisiologi. Akan tetapi oleh Hasan Langgulung di kemukakan tujuh dasar operasional dengan menambahkan dasar religius.




Daftar Pustaka

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana,
Hamdani, 2011, Dasar-Dasar Kependidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia,
Hasan Langgulung, 1987, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna,
Moh. Haitami Salim dan Erwin Mahrus, 2012, Filsafat Pendidikan Islam (Kerangka Paradigmatik Pendidikan Islam), Pontianak: STAIN Press Pontianak
Ramayulis, 2004, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet ke-4,
http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/dasar-operasional-pendidikan-islam.html, Rabu 13 – 03 – 2013, 18.00
http://bukhariumar59.blogspot.com/2012/07/dasar-operasional-pendidikan-islam.html, Selasa, 12 – 03 – 2013, 14.30
Himpunan PP 2010 Tentang Pengelolaan & Penyelenggaraan Pendidikan, Cet I, 2011, Yogyakarta, Pustaka Yustisia
Al-Qur’an Terjemahan & Asbabunnuzul, 2009, Jakarta: Pustakan Al-Hanan


[1] Himpunan PP 2010 Tentang Pengelolaan & Penyelenggaraan Pendidikan, Cet I, 2011, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, hal 152

[2] Hamdani, 2011, Dasar-Dasar Kependidikan, Bandung:Pustaka Setia. Hal 61
[3] Moh. Haitami Salim & Erwin Mahrus, 2012, Filsafat Pendidikan Islam (Kerangka Paradigmatik Pendidikan Islam). Pontianak: STAIN Press Pontianak. Hal 13
[4] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana. Hal : 6
[5] http://bukhariumar59.blogspot.com/2012/07/dasar-operasional-pendidikan-islam.html, Selasa, 12 – 03 – 2013, 14.30
[6] http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/dasar-operasional-pendidikan-islam.html, Rabu 13 – 03 – 2013, 18.00
[7] http://bukhariumar59.blogspot.com/2012/07/dasar-operasional-pendidikan-islam.html, Selasa, 12 – 03 – 2013, 14.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar