A.
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan Barat
Masuknya Islam ke Kalimantan Barat
itu sendiri tidak di ketahui secara pasti, masih banyak perbedaan pendapat dari
berbagai kalangan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk
ke Kalimantan Barat pada Abad ke-15, dan ada juga pendapat lain yang mengatakan
Islam masuk di Kalbar pada abad ke-16. Daerah pertama di Kalimantan Barat
yang diperkirakan terdahulu mendapat sentuhan agama Islam adalah Pontianak,
Matan dan Mempawah. Islam masuk ke daerah-derah ini diperkirakan antara tahun
1741, 1743 dan 1750. Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama
Syarief Husein, seorang Arab (Ahmad Basuni, 1986:10). Namun, ada versi
lain yang mengatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri, putra
dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra
asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang keturunan
Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang putri
Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman
al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M). Jadi ia
merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang
menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir
selama 20 tahun. (Anshar rahman, 2000:3)
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalbar itu dibawa oleh juru dakwah dari Arab.
Tidak diketahui secara pasti apakah Syarief Husein ini seorang
pedagang atau tidak. Namun, ada yang mengatakan kalau Syarief Husein dulunya
adalah seorang pedagang yang kemudian menjadi pendakwah, dan menetap di Kalbar.
Syarief Husein dalam menyebarkan agama Islam tidak hanya melalui
dakwah tetapi juga melalui aktivitas ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi ini pula
dakwah menjadi semakin berhasil, ditambah relasi yang luas dengan para pedagang
lainnya. (Anshar Rahmat, 2000:4). Setelah beliau meninggal kemudian digantikan
oleh anaknya Syarif Abdurrahman al-Kadri.
Mulanya Syarif Husein menetap di
Matan (Ketapang) dan berdakwah disana. Ia mendapatkan respon yang sangat baik
sehingga penganut Islam semakin banyak dan Islam memasyarakat sampai
kepedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M Ia diangkat sebagai Mufti (hakim
Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas tugas sebagai Mufti, beliau sekeluarga
diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun
untuk pindah ke Mempawah
dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi Tuan Besar Kerajaan
Mempawah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun. (Anshar Rahman,
2000:5-6). Syarif Husein tidak hanya menyebar Islam dikalangan rakyat jelata,
Ia juga menyebarkan kekalangan bangsawan. Salah satu cara yang ditempuh beliau
dalam menyebarkan Agama Islam adalah dengan melakukan perkawinan dengan
putri-putri bangsawan. Beliau menikahi 3 orang putri yang berasal dari kerajaan
Matan, dan mereka ini berasal dari suku Dayak. (Anshar Rahmat, 2000:25)
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam
masuk ke Kalbar pada abad ke 15 di pelabuhan Ketapang (Sukadana) melalui
perdagangan. Penyebaran agama Islam di Kalimantan Barat membujur dari Selatan
ke Utara, meliputi daerah Ketapang, Sambas, Mempawah, Landak. Menurut Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di
Kalimantan Barat diperkirakan sekitar abad XVI Miladiah, penyebaran Islam
terjadi ketika kerajaan Sukadana atau lebih dikenal dengan kerajaan Tanjungpura
dengan penembahan Barukh pada masa itu di Sukadana agama Islam mulai diterima
masyarakat (Ikhsan dalam Usman 1996:3), akan tetapi Barukh tidak menganut agama
Islam sampai wafat 1590 M.
Pendapat lain juga mengemukakan pada tahun
1470 Miladiah sudah ada kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan
rajanya Raden Abdul Kahar (Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar
(Iswaramahaya atau Raja Dipati Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk
agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal dari kerajaan Landak.
Berbagai pendapat yang telah
dikemukakan di atas bisa diperkirakan, bahwa agama Islam masuk di Kalimantan
Barat pada masa pemerintahan Barukh (1538-1550). Dari riwayat
kerajaan Landak diperoleh keterangan bahwa agama Islam di bawah pemerintahan
Kerajaan Ismahayana, yang bergelar Raja Dipati Tanjung Tua (1472-1542), agama
Islam mulai berkembang di kerajaan Landak (Sendam, dalam Ajisman:1998). Mengingat
kerajaan Matan dan Landak yang masuk diperkirakan pada abad ke 15 maka kerajaan
Sintang yang berada dipedalaman sekitar akhir abad ke 16. Penyebaran yang
pertama-tama kemungkinan dari para pedangang Semenanjung Melayu, terutama
pedagang dari Johor. (Dalam Ikhan:2004:95).
Islam masuk hampir keseluruh penjuru
Kalbar, melalui kerajaan-kerajaan Islam yang banyak dibangun pada saat itu.
Tidak hanya didaerah pesisir pantai, didaerah pedalaman pun Islam berkembang
pesat. Islam mulai masuk kedaerah-daerah seperti Embau, Sambas, sampai ke
Sungai besar di hulu. Dari berbagai pendapat-pendapat sejarahwan diatas maka
disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalimantan Barat itu sekitar abad ke-15 atau
16 yang di sebarkan melalui para pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi.
Mereka melalui dakwahnya menyiarkan Islam keberbagai penjuru hingga kepedalaman
dan diterima baik oleh masyarakat pada umumnya. Sampai dengan sekarang Islam
masih terus berkembang menyiarkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
SAW.
B.
Bentuk-Bentuk
Islamisasi
Islam tersebar hampir diseluruh
wilayah Kalimantan Barat, tidak hanya di daerah pesisir pantai tetapi juga
didaerah-daerah pedalaman Kalbar. Pada dasarnya di daerah Kalbar mayoritas
penduduknya adalah Melayu, yang identik beragama Islam dan pada umumnya
bermukim di pesisir sungai atau pantai (Munawar,dkk 2005:68). Ada beberapa
hal yang membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh masyarakat dan
menyebar luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Melalui perkawinan;
Dimana
adanya perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang
non-muslim. Hal ini dapat ditunjukan seperti ketika orang Dayak Iban datang
kedaerah Batu Ngandung yang mayoritas penduduknya bersuku melayu, mereka
tinggal dan menetap lama disana. Kemudian, setelah beberapa tahun tinggal
disana, orang Iban mendapat tawaran untuk masuk Islam dengan tujuan agar mereka
orang-orang Iban tersebut lebih mudah menyatu dalam hal makan minum dan
pembauran perkawinan. Dan hal ini mendapatkan respon yang sangat baik dari
orang Iban, mereka percaya dengan adanya kesamaan akidah akan membuat mereka
lebih mudah dan dapat mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan
(Wahyu,dkk 2005:33-34). Adanya perkawinan campuran ini juga dapat
dilihat pada kerajaan Pontianak yang rajanya Syarief Abdurrahman
Al-Kadri menikah dengan Nya’I Tua putri Dayak kerajaan Matan.
2. Melalui
perdagangan;
Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di
daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar luaskan dan berkembang melalui
kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai seperti Kota Pontianak,
Ketapang, atau Sambas, kemudian menyebar kearah perhuluan sungai
(Yusriadi,dkk 2005:2).
3. Melalui dakwah;
Hal
ini dapat kita lihat ketika Islam masuk ke daerah Sungai Embau di daerah Kapuas
Hulu. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarkan dan
mengajarkan agama Islam pada masyarakat Sungai Embau adalah para pendakwah yang
datang dari luar daerah tersebut. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang
terlibat dalam menyebarkan agama Islam didaerah tersebut pada awal abad ke-20
menurut Mohd Malik (1985:48) diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar
(1917-1918), Syeh Abdurrahman dari Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid
dari Palembang (1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad
asal Jongkong (sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran,
fiqh dan lain-lain, dirumah dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca
Al-Qur’an mereka menggunakan metode Baqdadiyah (Yusriadi,dkk 2005:5).
4. Melalui
Kekuasaan (otoriter):
Islamisasi ini terjadi
pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau melakukan
perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja
kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau
masuk Islam. Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan menyatakan diri
memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji untuk tidak ingkar. Bagi yang
melanggar akan dihukum mati. Hal ini mungkin agak unik dibandingkan dengan
Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata disiarkan secara damai
(Hermansyah, dkk 2005:10).
5. Melalui
Kesenian:
Islam disebarkan kepada masyarakat
Kalbar juga melalui kesenian tradisional. Ini dapat kita lihat pada masyarakat
di Cupang Gading. Sastra tradisional yang ada di Cupang Gading memperlihatkan
adanya nilai-nilai keislaman. Dengan mengkolaborasikan antara nilai Islam
dengan nilai kesenian ini memberikan kemudahan dalam menyebarkan Islam itu
sendiri. Berpadunya nilai lokal dengan Islam dapat
dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal dengan istilah bekesah dan
melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair (Dedy Ary
Asfar,dkk 2003: 46).Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin
Lembut yang ada didaerah Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah
yang kemudian dijadikan media dakwah dalam menyebarkan Islam di
Kalbar.
C.
Pendidikan Islam pada Kerajaan-kerajaan Islam di Kalbar
Seperti yang telah kami paparkan pada
pembahasan sebelumnya, bahwa Islam tersebar hampir keseluruh Kalbar,dan ini
tidak lepas dari adanya kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri pada saat itu di
Kalbar. Kerajaan-kerajaan
tersebut tentunya memiliki cara-cara tersendiri dalam menyebarkan agama Islam
kewilayahnya masing-masing,diantaranya dengan pendidikan. Dalam pembahasan ini
kami akan memaparkan beberapa kerajaan Islam dan bagaimana pendidikan Islam
dikerajaan-kerajaan tersebut.
1.
Keraton Kadriah Pontianak
Umat Islam menjadi mayoritas ketika
berdirinya kerajaan Pontianak pada tahun 1771 Miladiah. Kesultanan Pontianak
dengan rajanya Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie adalah putra Syarif Husin Al
Qadrie yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Barat.
Kawasan sekitar pusat pemerintahan kesultanan Pontianak yang terletak dipinggiran
Sugai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, kampung Banjar Serasan dan Kampung
Saigon sangat kental pengaruh agama Islam. Daerah Kampung Kapur terdapat
seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman tersebut beliau salah seorang
yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif Abdurrahman Al-Qadrie mengundang
Djafar khusus menjadi guru ngaji dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak (Usman
dkk:1997). Kemudian pengajian seperti ini berkembang, adanya pengajian ibu-ibu,
dan pada perkembangannya kemudian banyak lembaga-lembaga pendidikan yang
kemudian tumbuh dan berkembang.
2.
Kerajaan Jongkong (Embau)
Pada awalnya pendidikan dikerajaan
ini didapatkan dari adanya pendakwah-pendakwah yang datang dari luar. Namun,
kemudian untuk perkembangan Islam selanjutnya H. Ahmad dan teman-temannya
membuka madrasah yang diberi nama Hidayatul Mustaqim pada tanggal 9 November
1946, selain itu ada juga pengajian keliling.(Hermansyah,dkk 2003:13) Sebelum
H. Ahmad masyarakat pendapatkan pengajaran dari mubaligh dan guru-guru agama
yang mengajarkan Al-Qur,an, fiqh, di rumah dan di mesjid (Yusriadi,dkk 2003:5).
Para pengajar agama juga berupaya menyepadukan ajaran Islam dengan kepercayaan
lama yang berkembang di masyarakat (Hermansyah:2003)
3.
Kerajaan Sambas
Pendidikan Islam di kerajaan Sambas
dapat dilihat dari dua tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, yaitu pendidikan
dilingkungan keluarga. Pendidikan dilingkungan keluarga diberikan dalam bentuk
pelajaran membaca Al-Qur’an. Pendidikan seperti ini diberikan kepada anak dari
sejak dini bagi anak-anak berumur 5-10 tahun. Kegiatan yang biasa disebut
“mengaji” ini dilakukan secara berkelompok dirumah guru ngaji.
Mula-mula anak di ajari membaca huruf Hijaiyyah dengan cara mengeja satu demi
satu huruf kemudian merangkainya dengan kata sehingga terbentuk satu kesatuan
kalimat. Apabila huruf-huruf ini telah dikenal barulah pindah membaca Jus
Amma, yaitu jus ke-30 yang dibukukan tersendiri dan disebut juga Al-Qur’an
kecil. Bagi anak yang sudah lancar membaca dan telah tamat Juz Amma, guru ngaji
biasanya menyelenggarakan upacara penamatan yang disebut Khataman Al-Qur’an.
Pada saat acara Khataman Al-Qur,an orang tua murid ngaji masing-masing
mengantarkan hadiah berupa beras, kelapa, dan kain kepada guru ngaji. Besar
kecilnya pemberian dan upacara tergantung pada kemampuan orang tua
murid (Erwin,dkk 2005:18).
Jika anak telah tamat Al-Qur’an
Kecil, selanjutnya anak pindah untuk membaca Al-Qur’an Besar. Prosesi
pengajaran Al-Qur’an besar, pertama-tama guru membimbing sekali atau dua kali,
lalu anak mengulangnya beberapa kali sampai lancar. Pengetahuan membaca seperti
ini ditingkatkan dengan memberikan pengetahuan seni membaca. Akhirnya, anak
mampu membaca sendiri tanpa pembimbing. Disamping membaca anak-anak juga
diberikan ilmu tajwid. Waktu yang diperlukan untuk menamatkan seluruh bacaan
tidak ditentukan tergantung kemampuan membaca setiap anak. Namun, rata-rata
mereka dapat menamatkan bacaan Al-Qur’an antara 6-12 bulan
(Erwin, dkk 2005:19).
Tahap kedua, pada tahap ini adanya
pengakuan anggota masyarakat atau lingkungan masyarakat terhadap kealiman dan
keshalehan seorang ustad atau syekh, sehingga anggota masyarakat mengirimkan
anaknya untuk memperdalam ilmu. Pada tahap ini anak-anak yang telah meningkat
remaja diajari dasar-dasar ilmu nahwu dan saraf.Selain itu juga
di ajarkan semacam ilmu usul yang berisi materi rukun iman dan rukun Islam. Kitab rujukan utamanya adalah kitab Perukunan
Melayu karya Arsyad al-Banjari. Selain itu, terdapat juga pelajaran
fikih yang termuat dalam kitab “1001 Masalah” yang amat praktis
susunannya. Umumnya kitab-kitab rujukan ini menggunakan bahasa Arab Jawi
(berbahasa Melayu beraksara Arab) dan sering kali tidak mencantumkan nama
pengarangnya (anonymous). Selain ilmu fikih,terdapat kecenderungan
berkembangnya ilmu tasawuf (Erwin, dkk 2005:19).
Lokasi berlangsungnya pendidikan
pada tahap ini biasanya berada di lingkungan kampung. Dalam tahap ini, selain
rumah guru, masjid juga memainkan peranan penting sebagai lembaga pendidikan
Islam tradisional. Disetiap desa telah didirikan masjid atau surau,sehingga
aktifitas pendidikan Islam pada saat itu dipusatkan di masjid.
Namun, ketika penguasa ke-8
kesultanan Sambas, Muruhum Anom yang bergelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin
(berkuasa 1813-1826), mulai membangun institusi keagamaan Islam di Istana
dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam kesultanan. Tugas imam adalah
setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran agama terutama
pengajian al-Qur’an dan sembahyang kepada kerabat Sultan (Machrus Effendy
1995:20). Dengan demikian, perkembangan berikutnya istana dijadikan lembaga
pendidikan dikalangan elit penguasa, selain masjid. Lembaga pendidikan istana
(palace school) inilah yang kemudian berkembang menjadi madrasah
al-Sutaniyah. Kemudian Muhammad Tsaifudin II mendirikan madrasah al-Sultaniyah
pada tahun 1868. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih terbatas pada
pelajaran Agama Islam. Peserta didiknya pun hanya dari kalangan
kesultanan, aktivitas pembelajaran masih didalam istana. Namun setelah adanya
pembauran dan adanya keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik,
mulailah dikelola namun setelah adanya pembauran dan adanya keinginan untuk
membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola dengan memasukan kurikulum
pendidikan barat disamping pendidikan Islam, agar dapat menyaingi
sekolah-sekolah milik kolonial Belanda. Lalu kemudian sekolah ini diganti
namanya menjadi Tarbiatoel Islam (Erwin, dkk 2005:21).
4.
Kerajaan Sintang
Pada saat itu kerajaan Sintang di
pimpin oleh Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin biasa disebut Sultan Aman,
beliau memerintah tahun 1150 sampai 1200 H. Raja ini sangat fanatik terhadap
Islam. Pada masa Sultan Aman ini Kerajaan Sintang didatangi dua orang ulama
dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan Raja Dangki dari Negeri Pagaruyung.
Penghulu Abbas kemudian diangkat menjadi Penghulu Muda kerajaan dan Raja Dangki
diangkat menjadi panglima perang karena keahliannya dibidang pencak silat dan
ilmu nujum. Karena semangatnya mendakwah Islam, Sultan Aman mengirim utusan
untuk menyebarkan Islam di hulu Sungai Kapuas. Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa Sultan Aman juga memerangi orang-orang yang tidak mau
masuk agama Islam (Hermansyah,dkk 2005:10).
D.
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Kalbar
1.
Sebelum Kemerdekaan (Sebelum 1945).
a. Madrasahtun Najah Wal Falah
Madrasah ini adalah madrasah yang tertua di
Kalimantan Barat. Letaknya di Sei. Bakau Besar Mempawah, didirikan kira-kira
tahun 1918 M. Kemudian berdirilah madrasah-madrasah dikota-kota, bahkan di
dusun-dusun berupa madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah (Mahmud Yunus
2008:382).
b. Madrasah
As-Sultaniyah Sambas
Madrasah ini didirikan pada tahun
1922 M. Kemudian diubah nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajaran lima
tahun (5 kelas) dan ditambah 1 tahun lagi untuk kursus fak agama. Yang diterima
masuk madrasah ini adalah tamatan dari SR 5/6 tahun. Ketua pengurus madrasah
ini adalah H.M. Basuni Imran seorang ulama besar di Sambas, dan ketua madrasah
ialah H. Abd. Rahman. Pelajarannya ialah ilmu-ilmu agama ditambah dengan
pengetahuan umum sebagai berikut (Rencana tahun 1953 M); nahwu, shorof, insya’,
bahasa Arab, tafsir, hadis, fiqih, ushul, tarikh, berhitung, ilmu bumi, ilmu
alam, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu ukur, kesehatan, akhlak, gerak badan,
Al-Qur’an, Terjemah (Mahmud Yunus 2008:382).
c. Perguruan
Islamiyah Pontianak
Perguruan Islamiyah di dirikan oleh
seorang petani hartawan lagi darmawan yang bernama H.M. Arief bin H. Ismail,
pada tahun 1926. Pendirian perguruan tersebut dibangun di atas tanah wakaf H.M.
Arief sendiri dan berlokasi di kampung Bangka, Jalan Imam Bonjol Kecamatan
Pontianak Selatan, Kotamadya Pontianak.
Awal terbentuknya perguruan Islamiyah berawal
dari sebuah pengajaran yang diberikan oleh H.M. Arief kepada anak-anak dan
orang dewasa di kampung Bangka, beliau dibantu oleh seorang guru agama dari
Painan. Saat itu pengajaran berlangsung dirumah kediaman beliau, tetapi karena
tempatnya tidak mencukupi maka dipindahkan kerumah anaknya yaitu H.M. Thahir
yang ruangan agak besar.
Perguruan Islamiyah dibentuk sebagai wadah
pendidikan yang memberikan pelajaran berupa ilmu pengetahuan umum dan agama
Islam. Sekolah umum
diadakan pada waktu pagi, yakni Sekolah Rakyat 3 tahun (Volk School). Dan bagi
yang sudah tamat dari sekolah tersebut dapat melanjutkan sekolahnya di Vorvogh
School 5 tahun di kampung Melayu (SD 2), untuk mendapatkan ijazah negeri.
Sedangkan pada sore hari diberikan pelajaran agama Islam tingkat Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Kegiatan pengajaran ini berlangsung terus
menerus, dan mengalami peningkatan dari jumlah pelajar yang mempunyai hasrat
yang sangat tinggi untuk menuntut ilmu, sehingga ruang tempat belajar yang
disediakan tidak mencukupi lagi. Maka karena adanya desakan permintaan dari
Ustad A. Manaf kepada beliau untuk membangun gedung, akhirnya H.M. Arief
membangun gedung sekolah yang memenuhi syarat pendidikan pada tahun 1931.
Pada akhir tahun 1931 telah dibangun
sebuah gedung baru yang memiliki tiga buah lokal. Pada awal 1932 seluruh murid
dan pelajar dipindahkan ke gedung yang baru, gedung tersebut diberi nama
“Sekolah Islamiyah” yang dipimpin oleh Ustad A. Manaf dengan dibantu
oleh Ustad Mahmud Syamsudin dan H. Husein Arief. Tahun 1933 Islamiyah mulai membuka
sejarah baru yakni dengan mulai menerima murid-murid wanita dari
kampung Bangka. Pada tahun yang sama (1933) para pengurus Islamiyah telah
membentuk Badan Amil Zakat Fitrah kampung Bangka yang terus berkembang hingga
sekarang.
Pada tahun 1936 telah dibangun sebuah
mesjid di atas tanah seluas 20x40 meter, guna memudahkan bagi pelajar untuk
shalat dan tempat praktek. Pada tahun 1939 perguruan Islamiyah membentuk
Schakel School 3 tahun (berbahasa Belanda)yang menerima murid-murid Sekolah
Rakyat yang telah duduk dikelas 3 HIK. Namun sekolah ini tidak dapat menamatkan
murid-muridnya dan terpaksa dibubarkan karena Perang Dunia II. Periode perintis
berakhir pada tangga 19 Desember 1941, dan semua sekolah di kota Pontianak
ditutup karena serangan udara Jepang.
Pada tanggal 29 Januari 1942,
tentara Jepang telah menduduki kota Pontianak selama 2 bulan dan memerintahkan
agar semua sekolah dibuka kembali. Pada Awal April 1942 sekolah Islamiyah
dibuka kembali dan yang diteruskan hanya Sekolah Rakyat yang dipimpin oleh
Mahmud Syamsudin dan H. Husein Arief. Tahun 1943 Sekolah Agama dibuka kembali,
tahun 1944 H.Husein Arief mengundurkan diri karena pindah ke Tanjung Pandan,
dan dilanjutkan kepemimpinan sekolahnya oleh Mahmud Syamsudin hingga tahun
1948. Selanjutnya kepemimpinan sekolah dilanjutkan oleh H. Abdullah H. Thaahir
sampai dengan tahun 1950 setelah terbentuknya pengurus baru.
Pada tahun 1951, setelah penyerahan
kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada pemerintah RI, Perguruan Islamiyah
dipimpin oleh H. Sulaiman sebagai pengurus yang baru. Sebagai langkah pertama
Ia membentuk SGB (Sekolah Guru B) yang dipimpin oleh ustadz Ibrahim, SGB ini
hanya berjalan selama 1 tahun dan terpaksa ditutup karena kekurangan biaya dan
tidak ada tenaga pengajarnya. Pada tahun 1952 SR 5 tahun ditingkatkan menjadi
SR 6 tahun dan kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum sekolah negeri,
kemudian tahun 1954 SR Islamiyah diikut sertakan dalam ujian negeri. Pada
tahun 1955, didirikan pula Taman Kanak-Kanak Islamiyah yang dipimpin oleh Rahmah.
Disamping itu, didirikan pula SMP yang dipelopori oleh A. S Mansyur, M. Nur H.
Said dan kawan-kawan. Pada tanggal 1 Agustus SMP tersebut kemudian diambil alih
oleh pengurus Islamiyah dan diberi nama SMP Islamiyah. Kemudian pada tanggal 5
September 1957 terjadi peristiwa kebakaran yang melenyapkan seluruh bangunan
gedung kecuali masjid.
Kemudian pada tanggal 8 September
1957 didirikan gedung darurat sebagai tempat belajar. Pada tanggal 24 Oktober
1957, atas bantuan dari berbagai pihak dan dengan dana yang tersedia mulai
dibangun gedung baru dan membentuk “Badan Pelaksana Pembangunan Perguruan
Islamiyah” yang diketuai oleh bapak M. Kasim Umar. Pembangunan gedung tersebut
berjalan secara bertahap dan berakhir pada tahun 1964 dengan jumlah lokal 23.
Pada tahun 1960 atas ide dari bapak H. Ahmad Mansyur H. Thahir, didirikan
Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan dilanjutkan dengan Aliyah 3 tahun (Tsanawiyah 6
tahun) yang dipimpin oleh Isamuddin Suja’I yang kurikulum pelajarannya
disesuaikan dengan Madrasah Wathaniyah di Kebayoran Kroya. Mereka yang telah
lulus dari Tsanawiyah 6 tahun ini dapat melanjutkan ke IAIN Syarief
Hidayatullah, fakultas Tarbiyah jurusan Bahasa Arab. Pada waktu sore dibuka
Madrasah Ibtidayah (sekarang Madrasah Diniyah) yang dipimpin oleh M. Nur Ali.
Setelah berjalan 36 tahun, Perguruan
Islamiyah sebagai satu-satunya Perguruan Swasta Islam di Kal-Bar telah banyak
mendapat kemajuan yang banyak membantu pemerintah dalam bidang pendidikan baik
umum maupun agama. Maka pada tanggal 13 Nopember 1962 Perguruan Islamiyah
diubah menjadi Yayasan yang berbadan hukum dengan Akte Notaris no. 10/ 1962.
Setelah itu didirikan pula SMA oleh para pemuda dan
guru-guru Islamiyah, dan SMA ini dipimpin oleh Yakin Nur Gelindung.
SMA ini berjalan 1 tahun dan kemudian terpaksa ditutup karena beberapa sebab,
siswa yang ada diserahkan dan ditampung oleh SMAN 3. Sejak tahun 1964, YPI
hanya membina sekolah-sekolah yang ada. Pada tanggal 24 Nopember 1974 telah
dibentuk pengurus baru YPI setelah itu diadakan rapat dan menghasilkan program
umum YPI untuk periode 1975 – 1980. Adapun program umum yayasan terbagi atas 4
bidang; pendidikan, ibadah-sosial, pendanaan dan pembangunan.
Dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah yang
dikelola yiatu; TK, SD, SMP, mengusahakan kembali agar berdirinya SMA
Islamiyah, Diniyyah (sekolah agama), Tsanawiyah/ Aliyah, Pesantren (rencana
jangka panjang). Adapun dalam
bidang ibadah-sosial antara lain: peremajaan pengurus masjid, inventaris
wakaf-wakaf, mengusahakan adanya Majlis Ta’lim Islamiyah dan mengusahakan
masjid pusat kebudayaan Islam. Dalam bidang pendanaan yaitu penerimaan sendiri
yayasan yang termasuk harta kekayaan yayasan dan hasil penerimaan dari
sekolah-sekolah yang ada didalam lingkungan Perguruan Islamiyah, serta
penerimaan diluar lingkungan yayasan. Selanjutnya adalah bantuan dari para
dermawan yang terdiri dari donator tetap dan donator tidak tetap. Dalam bidang
pembangunan yakni membangun perkampungan perguruan Islamiyah. Pada tahun 1953
sampai dengan sekarang diketuai oleh Misfan Nur Ali sebagai pengurus yayasan.
Sedangkan untuk pimpinan unit sekolah yaitu; TK (Syarifah Seha), SD (Syairon
Asri), MTS (Hanimah HA), MAS (Drs. H. Lutfi Ramli), SMU (Drs. Mustafa Kamal.
MM). Tahun 1982 berdiri SMU dan pada tahun 1990 berdiri Madrasah Aliyah, kedua
sekolah ini hanya mempunyai 1 jurusan yaitu IPS.
2.
Sesudah Kemerdekaan (Setelah 1945)
a. Era 50-an
1) Persatuan
Madrasah-madrasah Islam Indonesia Pontianak (PERMI)
PERMI didirikan pada tahun 1954 di
Pontianak maksud dan tujuan didirikannya adalah: 1. Menyatukan nama madrasah
dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al-Ibtidaiyah (S.R.I) dan
Madrasatul Islam Tsanawiyah (SMIP); 2. Menyatukan leerpan dan kitab-kitabnya;
3. Mendirikan satu ikatan sebagai federasi, rencana namanya
ialah Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI).
Mata pelajaran dari
madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu Agama, bahasa Arab dan pengetahuan
umum. Pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Kitab Agama dan bahasa Arab yang
dipakai ialah keluaran Sumatera (seperti karangan Ustadz Mahmud Yunus dan
lain-lain), Mesir dan Jawa. Kitaab-kitab umum dipakailah kitab-kitab yang
diajarkan di SR dan SMP (Mahmud Yunus 2008:384).
2) Madrasah
Diniyah Ismail Mundu (Telok Pakedai)
Madrasah ini didirikan pada tahun
1955, oleh H. Ismail Mundu bin Daeng Karim keturunan Raja Sul-Sel yang
dilahirkan pada tahun 1287 H/1870M. Beliau adalah seorang guru besar dan mufti
Telok Pakedai. Madrasah Diniyah Ismail Mundu ini didirikan untuk memberikan
pendidikan agama yang terpusat pada anak-anak dengan tujuan untuk menanamkan
nilai-nilai agama Islam serta dapat memahami ajaran Islam sejak dini, karena
pendidikan yang dilakukan di Masjid Batu hanya hanya untuk orang dewasa dan
orang tua saja. Madrasah ini terletak kurang lebih 3 km dari Masjid Batu
sebagai pusat pendidikan pertama, yang didirikan Ismail Mundu. Di bangunan ini
terdapat dua ruangan untuk penyelenggaraan pendidikan. Dan sekarang terletak
dijalan Ismail Mundu kecamatan Telok Pakedai kabupaten Pontianak.
Adapun pendidikan yang diselenggarakan pada
Madrasah Diniyah Ismail Mundu ini adalah; Baca Tulis Al-Qur’an, Bahasa Arab,
Aqidah Akhlak, Ibadah dan Fiqih. Pendidikan
di Madrasah ini bersifat non formal dimana pada lembaga pendidikan ini tidak
berdasarkan kurikulum yang berlaku, hanya berdasarkan program pembelajaran yang
di susun bersama para tenaga pengajar, berdasarkan tujuan pendidikan yang hanya
memberikan pendidikan agama terhadap anak-anak. Pada awal pendidikan tenaga
pengajar hanya bersifat suka rela, dan murid yang masuk tidak dipungut biaya.
Ismail Mundu sebagai pendiri dan pengajar hanya 2 tahun mengabdikan dirinya
karena pada tahun 1957 beliau meninggal, kemudian diteruskan oleh
teman-temannya.
3) Badan Wakaf
Al-Madrasah Al-Arabiyah Islamiyah (BAWAMAI) Pontianak
BAWAMAI dibentuk pada hari Kamis,10
Oktober 1957. Tokoh pendirinya antara lain Bapak Ali bin Ahmad Badjandoh
sebagai ketua, Alabid bin Saleh Sjeban sebagai wakil ketua merangkap bedahara
II. Dja’far bin Ahmad Sjeban sebagai penulisI, Syarief Effendie Barakbah
sebagai penulis II, Isa Attamimi sebagai bendahara I, dan Abdullah bin Abu
Bakar sebagai pembantu. BAWAMAI didirikan karena adanya keinginan dan tujuan
para jamaah arab/Ulama yang berdomisili di kota Pontianak untuk mengembangkan
pendidikan Islam. Pada Oktober 1957 BAWAMAI mendirikan Madrasah Ibtidaiyah
Swasta. Pada tanggal 30 Juni 1968 pendidikan Madrasah Swasta BAWAMAI diserahkan
kepada Departemen Agama Provinsi Kal-Bar untuk dinegerikan. Kemudian pada
tanggal 26 Mei 1970 melalui keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Madrasah
Ibtidaiyah Swasta BAWAMAI ditetapkan menjadi MIN Teladan. Pada tanggal 16 Juli
2011 pengurus BAWAMAI ingin mengembangkan lembaga pendidikan yang berkualitas,
maka pada tahap berikutnya akan dibuka lembaga pendidikan lanjutannya, seperti
TK Al-Qur’an, MTs, SMU, SMK, dan perguruan Tinggi Islam (Universitas Islam
Bawamai) serta Islamic Center Kal-Bar.
4) Lembaga
Pendidikan SLTP 1 Muhammadiyah Pontianak
Organisasi Muhammadiyah telah
mendirikan lembaga pendidikannya sejak tahun 1959. Dalam perkembangannya
Muhammadiyah terus mengalami kemajuan dalam memberikan pendidikan kepada
masyarakat umum. Muhammadiyah telah banyak mengembangkan sekolah/madrasah
dengan berbagai jenis dan jenjang seperti;Diniyah, TPA, TK, SD, SLTP 1, SMU 1
sampai dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Disini kami akan membahas tentang
SLTP 1 Muhammadiyah Pontianak yang telah berdiri tepatnya 52 tahun yang lalu
pada tahun 1959 dan merupakan salah satu sekolah proyek (sekolah percontohan
dilingkungan Muhammadiyah) yang dibina langsung oleh Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kal-Bar.
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada
pagi hari 06.45-12.45. setiap mengawali dan mengakhiri pelajaran siswa
dibimbing untuk membaca Al-Qur’an dan melaksanakan Shalat Zuhur bersama di
Mushola. Di SLTP
Muhammadiyah ini juga dilengkapi dengan fasilitas; Laboratorium IPA/
elektronika dengan fasilitas yang memadai, Mushalla, Perpustakaan, Lab.
Komputer, Band milik sekolah untuk menyalurkan bakat seni, Lapangan dan sarana
olahraga lainnya. Adapun jumlah tenaga pengajar di SLTP 1 Muhammadiyah
Pontianak saat ini adalah 27 orang, yang terdiri dari 4 orang guru
persyarikatan, 8 orang guru yang dipekerjakan, dan 15 orang guru honor. Untuk
pembinaan minat dan bakat siswa, SLTP ini melaksanakan program ko dan
ekstrakulikuler diantaranya kegiatan kepramukaan Gudep 04019-04020 A. Yani,
latihan Band, latihan seni bela diri tapak Suci Putra Muhammadiyah, PKS, PMR,
Pembinaan Cerdas Cermat, Olahraga dan Kesenian, Keorganisasian, ada juga
bimbingan tulis baca Qur’an.
b. Era 70-an
1) Pondok
Pesantren Pembangunan Ushuluddin Singkawang
Yayasan Pesantren Ushuluddin ini
didirikan pada tanggal 20 Mei 1974 oleh Drs. H.A. Malik. Pondok Pesantren ini
didirikan untuk mengantisipasi perkembangan daerah yang sangat pesat pada
saat itu karena adanya peleburan pendidikan Islam didaerah tersebut. Maka
sebagai pengganti Fakultas Ushuluddin dan juga untuk memenuhi keinginan
masyarakat maka di bentuklah Pesantren Ushuluddin. Yayasan ini terletak diatas
sebidang tanah yang mempunyai luas 19.525 M2, tepatnya dijalan Alianyang No.26,
Kelurahan Jawa Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang.
Adapun jenjang pendidikan pada
Yayasan Pesantren ini adalah; TK (1985), MI (1996), MTs (1974), MAS
(1977 dan berubah status menjadi MAN 1997 dan sejak tahun pelajaran 1997-1998
Yayasan membuka kembali Tingkat Madrasah Aliyah), SMK (1996). Kurikulum yang digunakan
adalah Kurikulum Depag dan Kurikulum Depdikbud. Kurikulum ini dilaksanakan pada
pagi hari sedangkan Kurikulum Pondok pada sore dan malam hari. Pada tahun
2002-2003 Dewan Mu’allim dan Pegawai TU berjumlah 51 orang serta 1 satpam.
Sedangkan keadaan siswa pada tahun 2002-2003; TK (64 orang), MI (95 orang), MTs
(331 orang), MA (193 orang), SMK (44 orang).
Sejak tahun 1981 Yayasan Pesantren
Ushuluddin ini juga telah membuka LSM yaitu Panti Asuhan bagi santri/santriwati
yang tidak mampu. YPPU Singkawang sampai saat ini juga telah
memiliki 4 Yayasan Cabang yaitu; Yayasan Cabang Sungai Karimunting tahun 1986,
Yayasan Cabang Tapak Hulu tahun 1995, Yayasan Cabang Seluas tahun 1999, Yayasan
Cabang Sei Jaga A tahun 2002 (Data Base, Profil Lembaga Pendidikan Islam
Kal-Bar. STAIN. 2003).
2) Pondok
Pesantren Darul Ullum Pontianak
Pondok
pesantren ini didirikan pada tanggal 21 Desember 1977 oleh KH. Choiruman
Ar-Rahbini dibantu oleh H. Fauzi Cholil, H. Ismail dan beberapa orang lagi
dengan maksud untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah, meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan masyarakat Kalbar umumnya dan khususnya masyarakat
Desa Kuala Dua Sui. Raya. Pon-Pes ini didirikan diatas tanah
seluas 1 ha dengan bangunan 8x12 m sebagai asrama santri dan
sekaligus tempat belajar, dan 4x6 m sebagai tempat tinggal pengasuh PP Darul
Ullum. PP Darul Ullum pada perkembangannya mengalami peningkatan yang sangat
pesat. Pada tahun 1977-1980 Yayasan ini mengalami perluasan tanah, sehingga
banyak dibangun bangunan baru seperti asrama menjadi 7x30 m (10 kamar), tanah
meluas hingga 50x50 m, telah ada lapangan olahraga dengan luas 110x70 m.
kemudian perkembangan dalam bidang akademis telah ada MI yang pada tahun 1978
diakui telah menamatkan 24 lulusan, MTs tahun 1979 telah menamatkan 22 lulusan,
MA 1980 telah menamatkan 20 lulusan, pengajian kitab dengan
sistem halaqoh pada tahun 1977-1985 dirubah menjadi sistem marhalah
(kelas) sampai dengan sekarang.
Pada
tahun 1981-1984 PP Darul Ulum terus mengalami peningkatan baik fisik maupun non
fisik, mejid telah dibangun (15x15 m), telah ada bangunan madrasah sebanyak 5
lokal (40x7 m), rumah guru sebanyak 2 buah (15x7 m dengan 6 kamar), koperasi
(5x6 m). pada periode ini dibuka MA dengan jumlah 8 orang murid pertama.
Disamping itu pengajian kitab dengan sistem khalaqoh mulai dibuka atau ditambah
menjadi 3 khalaqoh. Dan pada periode 1985-1987 PP Darul Ullum mulai menampakan
titik cerah. Banyak dilakukan pembangunan yang bersifat permanen diantaranya,
Asrama Santri ditambah menjadi 5 buah dengan ukuran 10x10 m (1985-1987), rumah
guru ditambah 1 buah (1986), gedung sekolah ditambah menjadi 10 lokal
(1986-1987), pos paket 1 buah (1987), ruang guru dan tamu 1 buah (1987).
3)
Pondok Pesantren Baisuni Imran Sambas
Pon-Pes ini didirikan pada tanggal 2
September 1979 yang didirikan oleh para tokoh masyarakat Sambas,baik yang
berada di Pontianak maupun disambas sendiri. Mereka adalah H. Hamdi Mursal,
Munawar Kalahan, U. Basyir, H. Jaidan, Ramli H. Busri dan H. Taba. Pon-Pes ini
didirikan karena melihat kondisi Sambas pada saat itu para generasi mudanya
mulai jauh dari agama, dan itu akan mendatangkan kehancuran moral kalau tidak
segera diatasi. Maka didirikanlah Pon-Pes ini dengan maksud dapat menjadi wadah
dan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam bagi generasi muda.
Pon-Pes ini kemudian dilembagakan menjadi institusi pendidikan formal dibawah
naungan Yayasan Syafiudin Sambas (YAPIS) yang berpusat di Pontianak dan
bercabang di Sambas.
c. Era 80-an
1) Perguruan
Mujahidddin
Perguruaan Mujahiddin ini didirikan
pada tanggal 19 Januari 1980. Berdirinya perguruan ini tidak terlepas dari
Yayasan Mujahiddin, korelasi antara keduanya ialah bahwa perguruan Mujahiddin
sebagai unsur pelaksana dari Yayasan Mujahiddin dalam dan bidang Pendidikan.
Pada awalnya perguruan Mujahiddin direncanakan meliputi jenjang pendidikan
mulai dari jenjang pendidikan TK hingga pada Perguruan Tinggi (Universitas).
Jenjang pendidikan yang pertama kali dibangun adalah SLTP guna membantu
pemerintah untuk menanggulangi ledakan lulusan SD pada tahun 1980-1981.
Perguruan Mujahiddin mempunyai 2 jenis jenjang pendidikan yakni; Pendidikan
Umum (TK,SD, SLTP, SMU) dan Pendidikan Agama (MDA, MTs, MAS).
TK didirikan pada tahun 1982, dalam
perkembangannya TK mendapat binaan dari wanita Mujahiddin Pontianak sehingga
memperoleh hasil yang memuaskan. SD didirikan pada tahun ajaran 1984-1985
dengan prestasi yang cukup dibanggakan baik dalam prestasi nilai maupun
kegiatan ekstra kurikuler, sekolah ini sempat mendapat simpati yang tinggi dari
masyarakat. SLTP merupakan jenjang pendidikan yang pertama kali dibangun pada
tahun 1980 . SMU didirikan pada tahun 1984 yang ketika itu memiliki 2 jurusan
yakni Biologi (A2) sekarang IPA dan Ilmu Sosial (A3) sekarang IPS. Selanjutnya
Pendidikan Agamanya mengalami beberapa kali pasang surut mulai dari MDA yang
didirikan tahun 1985 yang ketika itu sempat vacuum, ketika tahun 1988-1989 baru
diupayakan untuk dibangkitkan kembali. MTs didirikan pada tahun 1982 mengalami
perkembangan hingga berakreditasi “terdaftar”.
Berikutnya MA dicetus pertama kali oleh A.
Munif H. Usman pada tahun 1983 dan mendapatkan akreditasi “terdaftar” pada
tahun 1986 hingga sekarang telah memiliki 3 jurusan yakni IPA, IPS dan Bahasa. Kurikulum yang digunakan ada dua bentuk yakni kurikulum Depag dan
Diknas.
2) Pondok
Pesantren Salafi As-Salam
Pesantren ini terletak dikelurahan
Pal V Kec. Pontianak Barat pesantren ini mulai beroperasi sejak tahun 1982 M.
dan di akta notaris tanggal 9 Februari 1983. Adapun ide pertama untuk
mendirikan Pontren ini adalah H. Djamaludin, H. Muhammad dan H. Anwar Dja’far.
Pesantren ini didirikan dengan tujuan mencetak kader-kader ulama angkatan baru.
Diberi nama As-Salam karena bangunan yang pertama dibangun adalah sebuah Mesjid
As-Salam yang didirikan oleh datuk H. A Rasyid. Data yang ada hanya berkisar
dari tahun 1997-2001. Pada tahun 1997-1998 jumlah murid Aliyah meningkat namun
pada tahun 1999-2001 para peminat berkurang
3) Yayasan Islamic
Centre Al-Falah Mempawah
Yayasan ini berdiri pada tanggal 15
Mei 1984, yang terletak dijalan Raden Kusno Mempawah. Pendiri yayasan ini
adalah Bapak H. Jawari dengan tujuan agar wilayah kabupaten tersebut dapat menciptakan
calon-calon generasi yang berkualitas. Diberi nama demikian karena fungsinya
waktu itu sebagai pusat orang-orang Islam menuntut ilmu dari berbagai
kecamatan. Jenjang pendidikannya terdiri dari SD, MTs, Aliyah. Dalam
perkembangannya hingga sekarang Yayasan ini mengalami perbaikan dalam
perkembangan fisik dan fasilitas. Dalam perkembangan dari segi jumlah murid
baik dari awal didirikn Madrasah tidak terlalu mengalami kemajuan yang berarti.
Kemunduran terjadi dikarenakan yayasan ini tidak mampu bersaing dengan
sekolah-sekolah yang ada sekarang.
4) Lembaga
Pendidikan MTs. Al-Ma’Arif. NU Pontianak
Di Kal-Bar, NU telah ada sejak tahun 1952
Sekolah NU di Kal-Bar sebagian memang tidak seideal yang di Jawa arau
sekolah-sekolah unggulan yang ada di daerah ini. MTs Ma’Arif Pontianak merupakan satu-satunya MTs NU yang ada di ibu
kota Provinsi. Letaknya di Jl. Alpokat Jaya ±100 m dari Jl. Kom Soedarso
Pontianak. MTs ini didirikan pada tahun 1986 yang diprakasai oleh 3 tokoh NU
yaitu Bapak KH Mas’udi, Makhfuri, H. Munawar Kalahan. Karena tuntutan akan
lembaga lanjutan sebab pada waktu itu telah terdapat MINU dan karena respon
masyarakat yang cukup baik terhadap lembaga pendidikan NU, maka didirikanlah
sekolah ini. KBM di MTs ini dilaksanakan pada sore hari dari jam 12.30-17.25
WIB. Adapun kurikulum yang digunakan MTs ini memakai kurikulum Depag dan
Diknas, yang meliputi 15 mata pelajaran yaitu; Fisika, Biologi, B. Indonesia,
B. Inggris, B. Arab, MTK, Sejarah, Ekonomi, Geografi, PKN, Olahraga, SKI,
Al-Qur’an Hadist, Fiqih, Keterampilan, ditambah dengan materi ke-NU-an. Dari
sekian banyak mata pelajaran materi ke-NU-an merupakan mata pelajaran
karakteristik yang membedakannya dengan sekolah-sekolah lain.
5) Pondok
Pesantren Al-Baitu Atiq Ketapang
Pesantren ini didirikan pada tahun
1987 di desa Padang kecamatan Matan Hilir Selatan kabupaten Ketapang dan
pendirinya adalah K.H. Hadra’I yang berasal dari Ketapang wafat tahun 1997.
Kemudian pesantren ini dilanjutkan oleh putranya ustadz Al Faruqi Hadra’I
hinggga sekarang. Berawal dari sebuah surau yang dijadikan madrasah yang
sederhana untuk mengajarkan anak-anak mengajar Al-Qur’an dan ilmu agama
lainnya. Karena perkembangannya yang meningkat dari segi peserta didik yang
masuk hingga surau tersebut tidak mencukupi untuk menampung oleh karena itu
dibuatlah pesantren ini. Tujuan pesantren ini dibuat yaitu beliau ingin
mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang pengetahuan agama dan umum. Dan
menciptakan generasi selanjutnya yang beriman dan bertaqwa. Akhirnya pondok
pesantren ini berkembang banyak anak-anak yang menetap atau mondok
baik dari lingkungan pesantren maupun dari lingkungan yang jauh, yang jelas
dari 15 kecamatan yang ada di Ketapang semua ada. Mayoritas para santri berasal
dari kecamatan lain. Setiap tahun ajaran baru rata-rata minimal 200 orang
terdaftar setiap tahun. Namun ketika beliau wafat ada kemerosotan terutama dari
anak didiknya mengalami penurunan.
Pengajaran yang diberikan masih
bersifat tradisional yaitu hanya diajarkan tentang agama baik baca
Qur’an ataupun kitab-kitab lainnya. Tetapi mereka diajarkan juga pendidikan
nonformal yaitu keterampilan seperti menjahit, memasak dan lain sebagainya. Dan
juga keterampilan dalam bidang olah raga. Kemudian setelah beliau wafat dan
digantikan oleh anaknya maka agar lebih dapat berkembang dan bersaing dengan
sekolah-sekolah lain maka putra beliau Faruqi mendirikan lembaga pendidikan
formal di dalam Pon-Pes tersebut.
d. Era 90-an
1) Pondok
Pesantren Al-Jihad Hulu Gurung (Kapuas Hulu)
Pesantren ini berdiri pada tanggal
13 Juli 1991 oleh seorang Camat Hulu Gurung Bapak Sy. Umar Al-Kadri dan
orang-orang yang mendukungnya seperti Zakaria, H.M Natsir, Mahadat dan
lain-lain. Pon-Pes ini didirikan mendapatkan dukungan masyarakat Hulu Gurung
dan dibantu oleh Mupida (Kantor Camat, Kantor Depdikbud, Bupati Kapuas Hulu).
Berdirinya Pesantren ini adalah atas solidaritas masyarakat Hulu Gurung
(khususnya) di Kab. Kapuas Hulu (umumnya). Diberi nama Al-Jihad karena
merupakan perjuangan umat Islam di Kabupaten Kapuas Hulu umumnya, di Kecamatan
Hulu Gurung khususnya.
Lokasi Pesantren ini berdiri di
Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kab. Kapuas Hulu. Tujuan dibuat Pon-Pes ini
adalah untuk menjadi wadah/sarana yang bermaksud membentuk generasi generasi
muda Islam yang menguasai Iptek dan pengetahuan agama. Berdirinya bangunan
(gedung sekolah) dan asrama karena mendapatkan sumbangan dari desa-desa
sekitar. Pada tahun 1993 pesantren ini mulai beroperasional, mulai dibuka
penerimaan murid. Pada tahun tersebut murid diwajibkan mengikuti penataran P-4.
Setelah selesai P-4 siswa belajar aktif sesuai dengan kurikulum Nasional. Pada
tahun tersebut tenaga pengajarnya berasal dari pegawai kantor Camat, pegawai
Puskesmas, dan dari tenaga guru yang berpendidikan umum/agama. Pada tahun 1994
pesantren ini kembali menerima siswa baru ketua Yayasan Pon-Pes mendatangkan
Ustadz dan Ustadzah dari Jabar dan Jatim untuk mondok dan membina santri di
Pon-Pes tersebut.
Pada saat itu penyelenggaraan
pendidikan Pon-Pes adalah pendidikan Diniyah (khusus untuk Pondok). Sistem
pendidikan Nasional diterapkan pada waktu pagi dan pendidikan pondok pada sore
hari. Karena perkembangan terus meningkat maka ditambahlah asrama dan tempat
sekolah. Dahulu hanya ada 1 surau kemudian dibangun mesjid.
2) Pondok
Pesantren Darussalam Sekubang (Mempawah)
Berdirinya Pon-Pes ini tidak
terlepas dari Yayasan Darussalam yang mengusahakan berdirinya sebuah lembaga
pendidikan Islam. Mengingat semakin langkanya ulama berilmu agama maka para
tokoh agama dan tokoh masyarakat Desa Sekubang sepakat mendirikan
Lembaga Pendidikan Pon-Pes di Desa Sekubang. Maka ditentukanlah
sebuah panitia dan dirintislah dengan mendirikan MTs pada tahun 1983. Kemudian
dilanjutkan dengan MA tahun 1988. Dua tahun kemudian tepatnya tahun 1990 mulai
dirintis kegiatan Pesantren dengan mendatangkan 3 orang tenaga
pengasuh Santri (Ustad) dari Pon-Pes Gontor. Pada tahun 1991 Yayasan telah
merintis panti asuhan dan disinilah awal dan mulainya kegiatan Pesantren dengan
menampung para Santri dalam asrama Pondok. Tepat tanggal 25 Juli 1992 Pon-Pes
Darussalam diresmikan untuk dibuka oleh Bapak Drs. H. Jafar H. Dg. Bide Kepala
Kantor Depag KDH. Tk. II. Pontianak. Sejak saat itulah
dimulai aktivitas Pesantren dibawah naungan Yayasan Darussalam yang dipimpin
oleh Ustad Turbirama Raryik.
3) Al-Ma’Arif NU
Sintang
Lembaga Pendidikan Al-Ma’arif
Sintang telah didirikan tahun 1995 dan telah terdaftar di kantor Depag sejak
tahun 1996. Lembaga ini berdiri diprakasai oleh Alwi Wahab, H. Mashur, M. Ghozali,
Sopian Hamzah, Ade Umar. Sedangkan yang menjadi pendukung selain masyarakat
juga instansi pemerintah seperti Depag. Dan yang menjadi pimpinan/kepala
sekolah dilembaga ini adalah Drs. M. Ghozali. Adapun tujuan didirikan lembaga
ini yakni untuk membangun anak-anak yang beriman dan bertakwa, berilmu dan
berakhlak mulia. Guru-guru yang mengajar dilembaga tersebut berasal dari
berbagai PTN dan PTS serta dari Pon-Pes dipulau Jawa. Lembaga pendidikan agama
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Al-Ma’Arif Sintang
adalah; MI Al-Ma’arif 1 Kelosat (Kec. Kelimbing Kab. Sintang), MI Al-Ma’arif II
KKLK (Kec. Nangah Pinoh), MI Al-Ma’arif III (Tanjung Pauh Nanga Pinoh),
Madrasah Diniyah Al-Ma’Arif I Keloyat, Madrasah Diniyah Al-Ma’Arif II Batu Nanta
(Kec. Dedai), Madrasah Al-Ma’arif III SP IV SKPC (Kec. Sepauk), MTs A-Ma’arif I
Kelosat (Kec. Kelimbing), MTs A-Ma’arif II Dak Jaya (Kec. Binjai Hulu), MTs
A-Ma’arif III, Pon-Pes Darul Ma’Arif Sintang pesantren ini juga mempelajari
kitab kuning dan beberapa materi Diniyah seperti Fikih,Nahwu, Tajwid yang
berorientasi pada ajaran salafiah.
4) Pondok
Pesantren Khulafaur Rasyidin Pontianak
Pesantren ini didirikan pada tahun
1995-an yang beralamat di jalan Ahmad Yani II Pontianak. Proses pembangunannya
hanya menghasilkan 2 lokal. Pada bulan Mei-Juli 1998 dibuka MTs Khulafaur
Rasyidin, kedudukannya menginduk ke Kelompok Kerja Madrasah (KKM) di MTsN Kakap
Rasau. Proses KBM pun dimulai tanggal 15 Juli 1998 dengan murid pertama 13
orang (putra semuanya),barulah pada gelombang kedua putrinya. Kurikulum yang
digunakan adalah Diknas dan pesantren, kalau pagi hari proses belajar mengajar
sama dengan sekolah (SMP/MTsN), sedangkan kalau sore hari maka proses belajar
mengajar agama dilangsungkan baik di Mesjid, Surau, maupun Sekolah. Dan status
berikutnya MTs ini sekarang berstatus terdaftar. Pada tahun 1998 dibangun lagi
1 gedung dengan 10 lokal, dengan rincian 1 aula, 1 asrama, 1 dapur, dan 10
gedung sekolah, itupun didirikan atas partisipasi masyarakat, instansi
pendidikan dan pihak-pihak lain.
5) Pondok
Pesantren Mathla’ul Anwar Pontianak
Pesantren ini secara resmi berdiri
pada tanggal 17 Juli 1996, dan baru beroperasi tahun 1997. Pesantren ini
bertempat di jalan Prof. M. Yamin (Jl. Pak Benceng No.22 A) Kota Baru
Pontianak. Pesantren ini berdiri diawali karena adanya keinginan dari
sekelompok masyarakat akan pendidikan. Untuk membantu mereka yang memiliki
latar belakang ekonomi rendah agar memperoleh pendidikan sewajarnya. Tokoh
pendiri pesantren ini adalah Ust. A. Djuhaedi Abdullah, S. Ag, Yakob Abdullah,
Radjali AR, Sudhono, dan H. Anwar Masduki. Saat pertama kali proses kegiatan
belajar mengajar dilangsungkan program pengajaran yang baru diadakan unutuk
jenjang setingkat Tsanawiyah. Dengan jumlah santri 13 orang,tempat yang
digunakan untuk belajar pada saat itu masih di aula. Pada tahun 2000 Pontren
ini telah membuka MA dengan jumlah murid pertama 21 orang. Berkat jerih payah
akhirnya santri disana bertambah menjadi 165 orang. Pada awal berdirinya
Pontren ini hanya memiliki 2 lokal belajar dan 1 kantor, asrama putra dan putri
pun masih menyatu. Pada usia 5 tahun Pontren ini mengalami kemajuan telah dapat
membangun gedung baru untuk asrama putri dan putra, dan menambah lokal belajar.
Kemudian saat ini juga telah menggunakankomputer bantuan dari Depag serta
sarana olahraga dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://kesultanankadriah.blogspot.com/2011/01/islamsejarah-masuknya-ke-kalimantan.html
http://arisandi.com/?p=524
http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/islam-kalbar.html
Mahmud Yunus.
2008. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus
wadzuriyyah
Tim. 2005. Khatulistiwa
Journal Of Islamic Studies. Pontianak: LP3M STAIN
http://arifnasah.blogspot.com/2012/05/sejarah-pendidkan-islam-di-kalimantan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar