Selasa, 26 Maret 2013

Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan Barat

Oleh : KHOLIK

A.           Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan Barat
Masuknya Islam ke Kalimantan Barat itu sendiri tidak di ketahui secara pasti, masih banyak perbedaan pendapat dari berbagai kalangan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke Kalimantan Barat pada Abad ke-15, dan ada juga pendapat lain yang mengatakan Islam masuk di Kalbar pada abad ke-16. Daerah pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu mendapat sentuhan agama Islam adalah Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk ke daerah-derah ini diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab (Ahmad Basuni, 1986:10). Namun, ada versi lain yang mengatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri, putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M). Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir selama 20 tahun. (Anshar rahman, 2000:3)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalbar itu dibawa oleh juru dakwah dari Arab. Tidak diketahui secara pasti apakah  Syarief Husein ini seorang pedagang atau tidak. Namun, ada yang mengatakan kalau Syarief Husein dulunya adalah seorang pedagang yang kemudian menjadi pendakwah, dan menetap di Kalbar. Syarief Husein  dalam menyebarkan agama Islam tidak hanya melalui dakwah tetapi juga melalui aktivitas ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah menjadi semakin berhasil, ditambah relasi yang luas dengan para pedagang lainnya. (Anshar Rahmat, 2000:4). Setelah beliau meninggal kemudian digantikan oleh anaknya Syarif Abdurrahman al-Kadri.
Mulanya Syarif Husein menetap di Matan (Ketapang) dan berdakwah disana. Ia mendapatkan respon yang sangat baik sehingga penganut Islam semakin banyak dan Islam memasyarakat sampai kepedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M Ia diangkat sebagai Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas tugas sebagai Mufti, beliau sekeluarga diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun untuk         pindah ke Mempawah dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi Tuan Besar Kerajaan Mempawah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun. (Anshar Rahman, 2000:5-6). Syarif Husein tidak hanya menyebar Islam dikalangan rakyat jelata, Ia juga menyebarkan kekalangan bangsawan. Salah satu cara yang ditempuh beliau dalam menyebarkan Agama Islam adalah dengan melakukan perkawinan dengan putri-putri bangsawan. Beliau menikahi 3 orang putri yang berasal dari kerajaan Matan, dan mereka ini berasal dari suku Dayak. (Anshar Rahmat, 2000:25)
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Kalbar pada abad ke 15 di pelabuhan Ketapang (Sukadana) melalui perdagangan. Penyebaran agama Islam di Kalimantan Barat membujur dari Selatan ke Utara, meliputi daerah Ketapang, Sambas, Mempawah, Landak. Menurut Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di Kalimantan Barat diperkirakan sekitar abad XVI Miladiah, penyebaran Islam terjadi ketika kerajaan Sukadana atau lebih dikenal dengan kerajaan Tanjungpura dengan penembahan Barukh pada masa itu di Sukadana agama Islam mulai diterima masyarakat (Ikhsan dalam Usman 1996:3), akan tetapi Barukh tidak menganut agama Islam sampai wafat 1590 M.

Pendapat lain juga mengemukakan pada tahun 1470 Miladiah sudah ada kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan rajanya Raden Abdul Kahar (Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar (Iswaramahaya atau Raja Dipati Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal dari kerajaan Landak.
Berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas bisa diperkirakan, bahwa agama Islam masuk di Kalimantan Barat pada  masa pemerintahan Barukh (1538-1550). Dari riwayat kerajaan Landak diperoleh keterangan bahwa agama Islam di bawah pemerintahan Kerajaan Ismahayana, yang bergelar Raja Dipati Tanjung Tua (1472-1542), agama Islam mulai berkembang di kerajaan Landak (Sendam, dalam Ajisman:1998). Mengingat kerajaan Matan dan Landak yang masuk diperkirakan pada abad ke 15 maka kerajaan Sintang yang berada dipedalaman sekitar akhir abad ke 16. Penyebaran yang pertama-tama kemungkinan dari para pedangang Semenanjung Melayu, terutama pedagang dari Johor. (Dalam Ikhan:2004:95).
Islam masuk hampir keseluruh penjuru Kalbar, melalui kerajaan-kerajaan Islam yang banyak dibangun pada saat itu. Tidak hanya didaerah pesisir pantai, didaerah pedalaman pun Islam berkembang pesat. Islam mulai masuk kedaerah-daerah seperti Embau, Sambas, sampai ke Sungai besar di hulu. Dari berbagai pendapat-pendapat sejarahwan diatas maka disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalimantan Barat itu sekitar abad ke-15 atau 16 yang di sebarkan melalui para pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi. Mereka melalui dakwahnya menyiarkan Islam keberbagai penjuru hingga kepedalaman dan diterima baik oleh masyarakat pada umumnya. Sampai dengan sekarang Islam masih terus berkembang menyiarkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

B.            Bentuk-Bentuk Islamisasi
Islam tersebar hampir diseluruh wilayah Kalimantan Barat, tidak hanya di daerah pesisir pantai tetapi juga didaerah-daerah pedalaman Kalbar. Pada dasarnya di daerah Kalbar mayoritas penduduknya adalah Melayu, yang identik beragama Islam dan pada umumnya bermukim di pesisir sungai atau pantai (Munawar,dkk 2005:68). Ada beberapa hal yang membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh masyarakat dan menyebar luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Melalui perkawinan;
Dimana adanya perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang non-muslim. Hal ini dapat ditunjukan seperti ketika orang Dayak Iban datang kedaerah Batu Ngandung yang mayoritas penduduknya bersuku melayu, mereka tinggal dan menetap lama disana. Kemudian, setelah beberapa tahun tinggal disana, orang Iban mendapat tawaran untuk masuk Islam dengan tujuan agar mereka orang-orang Iban tersebut lebih mudah menyatu dalam hal makan minum dan pembauran perkawinan. Dan hal ini mendapatkan respon yang sangat baik dari orang Iban, mereka percaya dengan adanya kesamaan akidah akan membuat mereka lebih mudah dan dapat mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan (Wahyu,dkk  2005:33-34). Adanya perkawinan campuran ini juga dapat dilihat pada kerajaan Pontianak yang rajanya Syarief Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan Nya’I Tua putri Dayak kerajaan Matan.
2.    Melalui perdagangan;
Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai seperti Kota Pontianak, Ketapang, atau Sambas, kemudian menyebar kearah perhuluan sungai (Yusriadi,dkk 2005:2).
3.    Melalui dakwah;
Hal ini dapat kita lihat ketika Islam masuk ke daerah Sungai Embau di daerah Kapuas Hulu. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam pada masyarakat Sungai Embau adalah para pendakwah yang datang dari luar daerah tersebut. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang terlibat dalam menyebarkan agama Islam didaerah tersebut pada awal abad ke-20 menurut Mohd Malik (1985:48) diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh Abdurrahman dari Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid dari Palembang (1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad asal Jongkong (sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran, fiqh dan lain-lain, dirumah dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca Al-Qur’an mereka menggunakan metode Baqdadiyah (Yusriadi,dkk 2005:5).
4.    Melalui Kekuasaan (otoriter):
Islamisasi ini terjadi pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau melakukan perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau masuk Islam. Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan menyatakan diri memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji untuk tidak ingkar. Bagi yang melanggar akan dihukum mati. Hal ini mungkin agak unik dibandingkan dengan Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata disiarkan secara damai (Hermansyah, dkk 2005:10).
5.    Melalui Kesenian:
Islam disebarkan kepada masyarakat Kalbar juga melalui kesenian tradisional. Ini dapat kita lihat pada masyarakat di Cupang Gading. Sastra tradisional yang ada di Cupang Gading memperlihatkan adanya nilai-nilai keislaman. Dengan mengkolaborasikan antara nilai Islam dengan nilai kesenian ini memberikan kemudahan dalam menyebarkan Islam itu sendiri. Berpadunya  nilai lokal dengan  Islam dapat dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal dengan istilah bekesah dan melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair (Dedy Ary Asfar,dkk 2003: 46).Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada didaerah Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian  dijadikan media dakwah dalam menyebarkan Islam di Kalbar.

C.           Pendidikan Islam pada Kerajaan-kerajaan Islam di Kalbar
Seperti yang telah kami paparkan pada pembahasan sebelumnya, bahwa Islam tersebar hampir keseluruh Kalbar,dan ini tidak lepas dari adanya kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri pada saat itu di Kalbar. Kerajaan-kerajaan tersebut tentunya memiliki cara-cara tersendiri dalam menyebarkan agama Islam kewilayahnya masing-masing,diantaranya dengan pendidikan. Dalam pembahasan ini kami akan memaparkan beberapa kerajaan Islam dan bagaimana pendidikan Islam dikerajaan-kerajaan tersebut.
1.    Keraton Kadriah Pontianak
Umat Islam menjadi mayoritas ketika berdirinya kerajaan Pontianak pada tahun 1771 Miladiah. Kesultanan Pontianak dengan rajanya Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie adalah putra Syarif Husin Al Qadrie yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Barat. Kawasan sekitar pusat pemerintahan kesultanan Pontianak yang terletak dipinggiran Sugai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, kampung Banjar Serasan dan Kampung Saigon sangat kental pengaruh agama Islam. Daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif Abdurrahman Al-Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak (Usman dkk:1997). Kemudian pengajian seperti ini berkembang, adanya pengajian ibu-ibu, dan pada perkembangannya kemudian banyak lembaga-lembaga pendidikan yang kemudian tumbuh dan berkembang.

2.    Kerajaan Jongkong (Embau)
Pada awalnya pendidikan dikerajaan ini didapatkan dari adanya pendakwah-pendakwah yang datang dari luar. Namun, kemudian untuk perkembangan Islam selanjutnya H. Ahmad dan teman-temannya membuka madrasah yang diberi nama Hidayatul Mustaqim pada tanggal 9 November 1946, selain itu ada juga pengajian keliling.(Hermansyah,dkk 2003:13) Sebelum H. Ahmad masyarakat pendapatkan pengajaran dari mubaligh dan guru-guru agama yang mengajarkan Al-Qur,an, fiqh, di rumah dan di mesjid (Yusriadi,dkk 2003:5). Para pengajar agama juga berupaya menyepadukan ajaran Islam dengan kepercayaan lama yang berkembang di masyarakat (Hermansyah:2003)
3.    Kerajaan Sambas
Pendidikan Islam di kerajaan Sambas dapat dilihat dari dua tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, yaitu pendidikan dilingkungan keluarga. Pendidikan dilingkungan keluarga diberikan dalam bentuk pelajaran membaca Al-Qur’an. Pendidikan seperti ini diberikan kepada anak dari sejak dini bagi anak-anak berumur 5-10 tahun. Kegiatan yang biasa disebut “mengaji” ini dilakukan  secara berkelompok dirumah guru ngaji. Mula-mula anak di ajari membaca huruf Hijaiyyah dengan cara mengeja satu demi satu huruf kemudian merangkainya dengan kata sehingga terbentuk satu kesatuan kalimat. Apabila huruf-huruf ini telah dikenal barulah pindah membaca Jus Amma, yaitu jus ke-30 yang dibukukan tersendiri dan disebut juga Al-Qur’an kecil. Bagi anak yang sudah lancar membaca dan telah tamat Juz Amma, guru ngaji biasanya menyelenggarakan upacara penamatan yang disebut Khataman Al-Qur’an. Pada saat acara Khataman Al-Qur,an orang tua murid ngaji masing-masing mengantarkan hadiah berupa beras, kelapa, dan kain kepada guru ngaji. Besar kecilnya pemberian dan upacara  tergantung pada kemampuan orang tua murid (Erwin,dkk 2005:18).
Jika anak telah tamat Al-Qur’an Kecil, selanjutnya anak pindah untuk membaca Al-Qur’an Besar. Prosesi pengajaran Al-Qur’an besar, pertama-tama guru membimbing sekali atau dua kali, lalu anak mengulangnya beberapa kali sampai lancar. Pengetahuan membaca seperti ini ditingkatkan dengan memberikan pengetahuan seni membaca. Akhirnya, anak mampu membaca sendiri tanpa pembimbing. Disamping membaca anak-anak juga diberikan ilmu tajwid. Waktu yang diperlukan untuk menamatkan seluruh bacaan tidak ditentukan tergantung kemampuan membaca setiap anak. Namun, rata-rata mereka dapat menamatkan bacaan Al-Qur’an antara 6-12 bulan (Erwin, dkk 2005:19).
Tahap kedua, pada tahap ini adanya pengakuan anggota masyarakat atau lingkungan masyarakat terhadap kealiman dan keshalehan seorang ustad atau syekh, sehingga anggota masyarakat mengirimkan anaknya untuk memperdalam ilmu. Pada tahap ini anak-anak yang telah meningkat remaja diajari dasar-dasar ilmu nahwu dan saraf.Selain itu juga di ajarkan semacam ilmu usul yang berisi materi rukun iman dan rukun Islam. Kitab rujukan utamanya adalah kitab Perukunan Melayu  karya Arsyad al-Banjari. Selain itu, terdapat juga pelajaran fikih yang termuat dalam kitab “1001 Masalah” yang amat praktis susunannya. Umumnya kitab-kitab rujukan ini menggunakan bahasa Arab Jawi (berbahasa Melayu beraksara Arab) dan sering kali tidak mencantumkan nama pengarangnya (anonymous). Selain ilmu fikih,terdapat kecenderungan berkembangnya ilmu tasawuf (Erwin, dkk 2005:19).
Lokasi berlangsungnya pendidikan pada tahap ini biasanya berada di lingkungan kampung. Dalam tahap ini, selain rumah guru, masjid juga memainkan peranan penting sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. Disetiap desa telah didirikan masjid atau surau,sehingga aktifitas pendidikan Islam pada saat itu dipusatkan di masjid.
Namun, ketika penguasa ke-8 kesultanan Sambas, Muruhum Anom yang bergelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin (berkuasa 1813-1826), mulai membangun institusi keagamaan Islam di Istana dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam kesultanan. Tugas imam adalah setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran agama terutama pengajian al-Qur’an dan sembahyang kepada kerabat Sultan (Machrus Effendy 1995:20). Dengan demikian, perkembangan berikutnya istana dijadikan lembaga pendidikan dikalangan elit penguasa, selain masjid. Lembaga pendidikan istana (palace school) inilah yang kemudian berkembang menjadi madrasah al-Sutaniyah. Kemudian Muhammad Tsaifudin II mendirikan madrasah al-Sultaniyah pada tahun 1868. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih terbatas pada pelajaran  Agama Islam. Peserta didiknya pun hanya dari kalangan kesultanan, aktivitas pembelajaran masih didalam istana. Namun setelah adanya pembauran dan adanya keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola namun setelah adanya pembauran dan adanya keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola dengan memasukan kurikulum pendidikan barat disamping pendidikan Islam, agar dapat menyaingi sekolah-sekolah milik kolonial Belanda. Lalu kemudian sekolah ini diganti namanya menjadi Tarbiatoel Islam (Erwin, dkk 2005:21).
4.    Kerajaan Sintang
Pada saat itu kerajaan Sintang di pimpin oleh Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin biasa disebut Sultan Aman, beliau memerintah tahun 1150 sampai 1200 H. Raja ini sangat fanatik terhadap Islam. Pada masa Sultan Aman ini Kerajaan Sintang didatangi dua orang ulama dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan Raja Dangki dari Negeri Pagaruyung. Penghulu Abbas kemudian diangkat menjadi Penghulu Muda kerajaan dan Raja Dangki diangkat menjadi panglima perang karena keahliannya dibidang pencak silat dan ilmu nujum. Karena semangatnya mendakwah Islam, Sultan Aman mengirim utusan untuk menyebarkan Islam di hulu Sungai Kapuas. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Sultan Aman juga memerangi orang-orang yang tidak mau masuk agama Islam (Hermansyah,dkk 2005:10).
D.           Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Kalbar
1.             Sebelum Kemerdekaan (Sebelum 1945).
a.    Madrasahtun Najah Wal Falah
Madrasah ini adalah madrasah yang tertua di Kalimantan Barat. Letaknya di Sei. Bakau Besar Mempawah, didirikan kira-kira tahun 1918 M. Kemudian berdirilah madrasah-madrasah dikota-kota, bahkan di dusun-dusun berupa madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah (Mahmud Yunus 2008:382).
b.    Madrasah As-Sultaniyah Sambas
Madrasah ini didirikan pada tahun 1922 M. Kemudian diubah nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajaran lima tahun (5 kelas) dan ditambah 1 tahun lagi untuk kursus fak agama. Yang diterima masuk madrasah ini adalah tamatan dari SR 5/6 tahun. Ketua pengurus madrasah ini adalah H.M. Basuni Imran seorang ulama besar di Sambas, dan ketua madrasah ialah H. Abd. Rahman. Pelajarannya ialah ilmu-ilmu agama ditambah dengan pengetahuan umum sebagai berikut (Rencana tahun 1953 M); nahwu, shorof, insya’, bahasa Arab, tafsir, hadis, fiqih, ushul, tarikh, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu ukur, kesehatan, akhlak, gerak badan, Al-Qur’an, Terjemah (Mahmud Yunus 2008:382).
c.    Perguruan Islamiyah Pontianak
Perguruan Islamiyah di dirikan oleh seorang petani hartawan lagi darmawan yang bernama H.M. Arief bin H. Ismail, pada tahun 1926. Pendirian perguruan tersebut dibangun di atas tanah wakaf H.M. Arief sendiri dan berlokasi di kampung Bangka, Jalan Imam Bonjol Kecamatan Pontianak Selatan, Kotamadya Pontianak.
Awal terbentuknya perguruan Islamiyah berawal dari sebuah pengajaran yang diberikan oleh H.M. Arief kepada anak-anak dan orang dewasa di kampung Bangka, beliau dibantu oleh seorang guru agama dari Painan. Saat itu pengajaran berlangsung dirumah kediaman beliau, tetapi karena tempatnya tidak mencukupi maka dipindahkan kerumah anaknya yaitu H.M. Thahir yang ruangan agak besar.
Perguruan Islamiyah dibentuk sebagai wadah pendidikan yang memberikan pelajaran berupa ilmu pengetahuan umum dan agama Islam. Sekolah umum diadakan pada waktu pagi, yakni Sekolah Rakyat 3 tahun (Volk School). Dan bagi yang sudah tamat dari sekolah tersebut dapat melanjutkan sekolahnya di Vorvogh School 5 tahun di kampung Melayu (SD 2), untuk mendapatkan ijazah negeri. Sedangkan pada sore hari diberikan pelajaran agama Islam tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Kegiatan pengajaran ini berlangsung terus menerus, dan mengalami peningkatan dari jumlah pelajar yang mempunyai hasrat yang sangat tinggi untuk menuntut ilmu, sehingga ruang tempat belajar yang disediakan tidak mencukupi lagi. Maka karena adanya desakan permintaan dari Ustad A. Manaf kepada beliau untuk membangun gedung, akhirnya H.M. Arief membangun gedung sekolah yang memenuhi syarat pendidikan pada tahun 1931.
Pada akhir tahun 1931 telah dibangun sebuah gedung baru yang memiliki tiga buah lokal. Pada awal 1932 seluruh murid dan pelajar dipindahkan ke gedung yang baru, gedung tersebut diberi nama “Sekolah Islamiyah” yang dipimpin oleh Ustad A. Manaf  dengan dibantu oleh Ustad Mahmud Syamsudin dan H. Husein Arief. Tahun 1933 Islamiyah mulai membuka sejarah baru yakni dengan mulai menerima murid-murid wanita  dari kampung Bangka. Pada tahun yang sama (1933) para pengurus Islamiyah telah membentuk Badan Amil Zakat Fitrah kampung Bangka yang terus berkembang hingga sekarang.
Pada tahun 1936 telah dibangun sebuah mesjid di atas tanah seluas 20x40 meter, guna memudahkan bagi pelajar untuk shalat dan tempat praktek. Pada tahun 1939 perguruan Islamiyah membentuk Schakel School 3 tahun (berbahasa Belanda)yang menerima murid-murid Sekolah Rakyat yang telah duduk dikelas 3 HIK. Namun sekolah ini tidak dapat menamatkan murid-muridnya dan terpaksa dibubarkan karena Perang Dunia II. Periode perintis berakhir pada tangga 19 Desember 1941, dan semua sekolah di kota Pontianak ditutup karena serangan udara Jepang.
Pada tanggal 29 Januari 1942, tentara Jepang telah menduduki kota Pontianak selama 2 bulan dan memerintahkan agar semua sekolah dibuka kembali. Pada Awal April 1942 sekolah Islamiyah dibuka kembali dan yang diteruskan hanya Sekolah Rakyat yang dipimpin oleh Mahmud Syamsudin dan H. Husein Arief. Tahun 1943 Sekolah Agama dibuka kembali, tahun 1944 H.Husein Arief mengundurkan diri karena pindah ke Tanjung Pandan, dan dilanjutkan kepemimpinan sekolahnya oleh Mahmud Syamsudin hingga tahun 1948. Selanjutnya kepemimpinan sekolah dilanjutkan oleh H. Abdullah H. Thaahir sampai dengan tahun 1950 setelah terbentuknya pengurus baru.
Pada tahun 1951, setelah penyerahan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada pemerintah RI, Perguruan Islamiyah dipimpin oleh H. Sulaiman sebagai pengurus yang baru. Sebagai langkah pertama Ia membentuk SGB (Sekolah Guru B) yang dipimpin oleh ustadz Ibrahim, SGB ini hanya berjalan selama 1 tahun dan terpaksa ditutup karena kekurangan biaya dan tidak ada tenaga pengajarnya. Pada tahun 1952 SR 5 tahun ditingkatkan menjadi SR 6 tahun dan kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum sekolah negeri, kemudian tahun 1954 SR Islamiyah diikut sertakan dalam ujian negeri. Pada tahun 1955, didirikan pula Taman Kanak-Kanak Islamiyah yang dipimpin oleh Rahmah. Disamping itu, didirikan pula SMP yang dipelopori oleh A. S Mansyur, M. Nur H. Said dan kawan-kawan. Pada tanggal 1 Agustus SMP tersebut kemudian diambil alih oleh pengurus Islamiyah dan diberi nama SMP Islamiyah. Kemudian pada tanggal 5 September 1957 terjadi peristiwa kebakaran yang melenyapkan seluruh bangunan gedung kecuali masjid.
Kemudian pada tanggal 8 September 1957 didirikan gedung darurat sebagai tempat belajar. Pada tanggal 24 Oktober 1957, atas bantuan dari berbagai pihak dan dengan dana yang tersedia mulai dibangun gedung baru dan membentuk “Badan Pelaksana Pembangunan Perguruan Islamiyah” yang diketuai oleh bapak M. Kasim Umar. Pembangunan gedung tersebut berjalan secara bertahap dan berakhir pada tahun 1964 dengan jumlah lokal 23. Pada tahun 1960 atas ide dari bapak H. Ahmad Mansyur H. Thahir, didirikan Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan dilanjutkan dengan Aliyah 3 tahun (Tsanawiyah 6 tahun) yang dipimpin oleh Isamuddin Suja’I yang kurikulum pelajarannya disesuaikan dengan Madrasah Wathaniyah di Kebayoran Kroya. Mereka yang telah lulus dari Tsanawiyah 6 tahun ini dapat melanjutkan ke IAIN Syarief Hidayatullah, fakultas Tarbiyah jurusan Bahasa Arab. Pada waktu sore dibuka Madrasah Ibtidayah (sekarang Madrasah Diniyah) yang dipimpin oleh M. Nur Ali.
Setelah berjalan 36 tahun, Perguruan Islamiyah sebagai satu-satunya Perguruan Swasta Islam di Kal-Bar telah banyak mendapat kemajuan yang banyak membantu pemerintah dalam bidang pendidikan baik umum maupun agama. Maka pada tanggal 13 Nopember 1962 Perguruan Islamiyah diubah menjadi Yayasan yang berbadan hukum dengan Akte Notaris no. 10/ 1962. Setelah itu didirikan pula SMA oleh para pemuda dan guru-guru  Islamiyah, dan SMA ini dipimpin oleh Yakin Nur Gelindung. SMA ini berjalan 1 tahun dan kemudian terpaksa ditutup karena beberapa sebab, siswa yang ada diserahkan dan ditampung oleh SMAN 3. Sejak tahun 1964, YPI hanya membina sekolah-sekolah yang ada. Pada tanggal 24 Nopember 1974 telah dibentuk pengurus baru YPI setelah itu diadakan rapat dan menghasilkan program umum YPI untuk periode 1975 – 1980. Adapun program umum yayasan terbagi atas 4 bidang; pendidikan, ibadah-sosial, pendanaan dan pembangunan.
Dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah yang dikelola yiatu; TK, SD, SMP, mengusahakan kembali agar berdirinya SMA Islamiyah, Diniyyah (sekolah agama), Tsanawiyah/ Aliyah, Pesantren (rencana jangka panjang). Adapun dalam bidang ibadah-sosial antara lain: peremajaan pengurus masjid, inventaris wakaf-wakaf, mengusahakan adanya Majlis Ta’lim Islamiyah dan mengusahakan masjid pusat kebudayaan Islam. Dalam bidang pendanaan yaitu penerimaan sendiri yayasan yang termasuk harta kekayaan yayasan dan hasil penerimaan dari sekolah-sekolah yang ada didalam lingkungan Perguruan Islamiyah, serta penerimaan diluar lingkungan yayasan. Selanjutnya adalah bantuan dari para dermawan yang terdiri dari donator tetap dan donator tidak tetap. Dalam bidang pembangunan yakni membangun perkampungan perguruan Islamiyah. Pada tahun 1953 sampai dengan sekarang diketuai oleh Misfan Nur Ali sebagai pengurus yayasan. Sedangkan untuk pimpinan unit sekolah yaitu; TK (Syarifah Seha), SD (Syairon Asri), MTS (Hanimah HA), MAS (Drs. H. Lutfi Ramli), SMU (Drs. Mustafa Kamal. MM). Tahun 1982 berdiri SMU dan pada tahun 1990 berdiri Madrasah Aliyah, kedua sekolah ini hanya mempunyai 1 jurusan yaitu IPS.

2.             Sesudah Kemerdekaan (Setelah 1945)
a.    Era 50-an
1)   Persatuan Madrasah-madrasah Islam Indonesia Pontianak (PERMI)
PERMI didirikan pada tahun 1954 di Pontianak maksud dan tujuan didirikannya adalah: 1. Menyatukan nama madrasah dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al-Ibtidaiyah (S.R.I) dan Madrasatul Islam Tsanawiyah (SMIP); 2. Menyatukan leerpan dan kitab-kitabnya; 3. Mendirikan satu ikatan sebagai federasi, rencana namanya ialah Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI).
Mata pelajaran dari madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu Agama, bahasa Arab dan pengetahuan umum. Pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Kitab Agama dan bahasa Arab yang dipakai ialah keluaran Sumatera (seperti karangan Ustadz Mahmud Yunus dan lain-lain), Mesir dan Jawa. Kitaab-kitab umum dipakailah kitab-kitab yang diajarkan di SR dan SMP (Mahmud Yunus 2008:384).

2)   Madrasah Diniyah Ismail Mundu (Telok Pakedai)
Madrasah ini didirikan pada tahun 1955, oleh H. Ismail Mundu bin Daeng Karim keturunan Raja Sul-Sel yang dilahirkan pada tahun 1287 H/1870M. Beliau adalah seorang guru besar dan mufti Telok Pakedai. Madrasah Diniyah Ismail Mundu ini didirikan untuk memberikan pendidikan agama yang terpusat pada anak-anak dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam serta dapat memahami ajaran Islam sejak dini, karena pendidikan yang dilakukan di Masjid Batu hanya hanya untuk orang dewasa dan orang tua saja. Madrasah ini terletak kurang lebih 3 km dari Masjid Batu sebagai pusat pendidikan pertama, yang didirikan Ismail Mundu. Di bangunan ini terdapat dua ruangan untuk penyelenggaraan pendidikan. Dan sekarang terletak dijalan Ismail Mundu kecamatan Telok Pakedai kabupaten Pontianak.
Adapun pendidikan yang diselenggarakan pada Madrasah Diniyah Ismail Mundu ini adalah; Baca Tulis Al-Qur’an, Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, Ibadah dan Fiqih. Pendidikan di Madrasah ini bersifat non formal dimana pada lembaga pendidikan ini tidak berdasarkan kurikulum yang berlaku, hanya berdasarkan program pembelajaran yang di susun bersama para tenaga pengajar, berdasarkan tujuan pendidikan yang hanya memberikan pendidikan agama terhadap anak-anak. Pada awal pendidikan tenaga pengajar hanya bersifat suka rela, dan murid yang masuk tidak dipungut biaya. Ismail Mundu sebagai pendiri dan pengajar hanya 2 tahun mengabdikan dirinya karena pada tahun 1957 beliau meninggal, kemudian diteruskan oleh teman-temannya.
3)   Badan Wakaf Al-Madrasah Al-Arabiyah Islamiyah (BAWAMAI) Pontianak
BAWAMAI dibentuk pada hari Kamis,10 Oktober 1957. Tokoh pendirinya antara lain Bapak Ali bin Ahmad Badjandoh sebagai ketua, Alabid bin Saleh Sjeban sebagai wakil ketua merangkap bedahara II. Dja’far bin Ahmad Sjeban sebagai penulisI, Syarief Effendie Barakbah sebagai penulis II, Isa Attamimi sebagai bendahara I, dan Abdullah bin Abu Bakar sebagai pembantu. BAWAMAI didirikan karena adanya keinginan dan tujuan para jamaah arab/Ulama yang berdomisili di kota Pontianak untuk mengembangkan pendidikan Islam. Pada Oktober 1957 BAWAMAI mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Pada tanggal 30 Juni 1968 pendidikan Madrasah Swasta BAWAMAI diserahkan kepada Departemen Agama Provinsi Kal-Bar untuk dinegerikan. Kemudian pada tanggal 26 Mei 1970 melalui keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Madrasah Ibtidaiyah Swasta BAWAMAI ditetapkan menjadi MIN Teladan. Pada tanggal 16 Juli 2011 pengurus BAWAMAI ingin mengembangkan lembaga pendidikan yang berkualitas, maka pada tahap berikutnya akan dibuka lembaga pendidikan lanjutannya, seperti TK Al-Qur’an, MTs, SMU, SMK, dan perguruan Tinggi Islam (Universitas Islam Bawamai) serta Islamic Center Kal-Bar.
4)   Lembaga Pendidikan SLTP 1 Muhammadiyah Pontianak
Organisasi Muhammadiyah telah mendirikan lembaga pendidikannya sejak tahun 1959. Dalam perkembangannya Muhammadiyah terus mengalami kemajuan dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat umum. Muhammadiyah telah banyak mengembangkan sekolah/madrasah dengan berbagai jenis dan jenjang seperti;Diniyah, TPA, TK, SD, SLTP 1, SMU 1 sampai dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Disini kami akan membahas tentang SLTP 1 Muhammadiyah Pontianak yang telah berdiri tepatnya 52 tahun yang lalu pada tahun 1959 dan merupakan salah satu sekolah proyek (sekolah percontohan dilingkungan Muhammadiyah)  yang dibina langsung oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kal-Bar.
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari 06.45-12.45. setiap mengawali dan mengakhiri pelajaran siswa dibimbing untuk membaca Al-Qur’an dan melaksanakan Shalat Zuhur bersama di Mushola. Di SLTP Muhammadiyah ini juga dilengkapi dengan fasilitas; Laboratorium IPA/ elektronika dengan fasilitas yang memadai, Mushalla, Perpustakaan, Lab. Komputer, Band milik sekolah untuk menyalurkan bakat seni, Lapangan dan sarana olahraga lainnya. Adapun jumlah tenaga pengajar di SLTP 1 Muhammadiyah Pontianak saat ini adalah 27 orang, yang terdiri dari 4 orang guru persyarikatan, 8 orang guru yang dipekerjakan, dan 15 orang guru honor. Untuk pembinaan minat dan bakat siswa, SLTP ini melaksanakan program ko dan ekstrakulikuler diantaranya kegiatan kepramukaan Gudep 04019-04020 A. Yani, latihan Band, latihan seni bela diri tapak Suci Putra Muhammadiyah, PKS, PMR, Pembinaan Cerdas Cermat, Olahraga dan Kesenian, Keorganisasian, ada juga bimbingan tulis baca Qur’an.
b.    Era 70-an
1)   Pondok Pesantren Pembangunan Ushuluddin Singkawang
Yayasan Pesantren Ushuluddin ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1974 oleh Drs. H.A. Malik. Pondok Pesantren ini didirikan untuk mengantisipasi perkembangan daerah yang sangat pesat pada saat itu karena adanya peleburan pendidikan Islam didaerah tersebut. Maka sebagai pengganti Fakultas Ushuluddin dan juga untuk memenuhi keinginan masyarakat maka di bentuklah Pesantren Ushuluddin. Yayasan ini terletak diatas sebidang tanah yang mempunyai luas 19.525 M2, tepatnya dijalan Alianyang No.26, Kelurahan Jawa Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang.
Adapun jenjang pendidikan pada Yayasan Pesantren ini adalah;  TK (1985), MI (1996), MTs (1974), MAS (1977 dan berubah status menjadi MAN 1997 dan sejak tahun pelajaran 1997-1998 Yayasan membuka kembali Tingkat Madrasah Aliyah), SMK (1996). Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Depag dan Kurikulum Depdikbud. Kurikulum ini dilaksanakan pada pagi hari sedangkan Kurikulum Pondok pada sore dan malam hari. Pada tahun 2002-2003 Dewan Mu’allim dan Pegawai TU berjumlah 51 orang serta 1 satpam. Sedangkan keadaan siswa pada tahun 2002-2003; TK (64 orang), MI (95 orang), MTs (331 orang), MA (193 orang), SMK (44 orang).
Sejak tahun 1981 Yayasan Pesantren Ushuluddin ini juga telah membuka LSM yaitu Panti Asuhan bagi santri/santriwati yang tidak mampu.  YPPU Singkawang sampai saat ini juga telah memiliki 4 Yayasan Cabang yaitu; Yayasan Cabang Sungai Karimunting tahun 1986, Yayasan Cabang Tapak Hulu tahun 1995, Yayasan Cabang Seluas tahun 1999, Yayasan Cabang Sei Jaga A tahun 2002 (Data Base, Profil Lembaga Pendidikan Islam Kal-Bar. STAIN. 2003).
2)   Pondok Pesantren Darul Ullum Pontianak
          Pondok pesantren ini didirikan pada tanggal 21 Desember 1977 oleh KH. Choiruman Ar-Rahbini dibantu oleh H. Fauzi Cholil, H. Ismail dan beberapa orang lagi dengan maksud untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah, meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan masyarakat Kalbar umumnya dan khususnya masyarakat Desa Kuala Dua Sui. Raya. Pon-Pes ini didirikan diatas tanah seluas  1 ha dengan bangunan 8x12 m sebagai asrama santri dan sekaligus tempat belajar, dan 4x6 m sebagai tempat tinggal pengasuh PP Darul Ullum. PP Darul Ullum pada perkembangannya mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pada tahun 1977-1980 Yayasan ini mengalami perluasan tanah, sehingga banyak dibangun bangunan baru seperti asrama menjadi 7x30 m (10 kamar), tanah meluas hingga 50x50 m, telah ada lapangan olahraga dengan luas 110x70 m. kemudian perkembangan dalam bidang akademis telah ada MI yang pada tahun 1978 diakui telah menamatkan 24 lulusan, MTs tahun 1979 telah menamatkan 22 lulusan, MA 1980 telah menamatkan 20 lulusan, pengajian kitab  dengan sistem halaqoh pada tahun 1977-1985 dirubah menjadi sistem marhalah (kelas) sampai dengan sekarang.
          Pada tahun 1981-1984 PP Darul Ulum terus mengalami peningkatan baik fisik maupun non fisik, mejid telah dibangun (15x15 m), telah ada bangunan madrasah sebanyak 5 lokal (40x7 m), rumah guru sebanyak 2 buah (15x7 m dengan 6 kamar), koperasi (5x6 m). pada periode ini dibuka MA dengan jumlah 8 orang murid pertama. Disamping itu pengajian kitab dengan sistem khalaqoh mulai dibuka atau ditambah menjadi 3 khalaqoh. Dan pada periode 1985-1987 PP Darul Ullum mulai menampakan titik cerah. Banyak dilakukan pembangunan yang bersifat permanen diantaranya, Asrama Santri ditambah menjadi 5 buah dengan ukuran 10x10 m (1985-1987), rumah guru ditambah 1 buah (1986), gedung sekolah ditambah menjadi 10 lokal (1986-1987), pos paket 1 buah (1987), ruang guru dan tamu 1 buah (1987).
3)   Pondok Pesantren Baisuni Imran Sambas
Pon-Pes ini didirikan pada tanggal 2 September 1979 yang didirikan oleh para tokoh masyarakat Sambas,baik yang berada di Pontianak maupun disambas sendiri. Mereka adalah H. Hamdi Mursal, Munawar Kalahan, U. Basyir, H. Jaidan, Ramli H. Busri dan H. Taba. Pon-Pes ini didirikan karena melihat kondisi Sambas pada saat itu para generasi mudanya mulai jauh dari agama, dan itu akan mendatangkan kehancuran moral kalau tidak segera diatasi. Maka didirikanlah Pon-Pes ini dengan maksud dapat menjadi wadah dan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam bagi generasi muda. Pon-Pes ini kemudian dilembagakan menjadi institusi pendidikan formal dibawah naungan Yayasan Syafiudin Sambas (YAPIS) yang berpusat di Pontianak dan bercabang di Sambas.
c.    Era 80-an
1)   Perguruan Mujahidddin
Perguruaan Mujahiddin ini didirikan pada tanggal 19 Januari 1980. Berdirinya perguruan ini tidak terlepas dari Yayasan Mujahiddin, korelasi antara keduanya ialah bahwa perguruan Mujahiddin sebagai unsur pelaksana dari Yayasan Mujahiddin dalam dan bidang Pendidikan. Pada awalnya perguruan Mujahiddin direncanakan meliputi jenjang pendidikan mulai dari jenjang pendidikan TK hingga pada Perguruan Tinggi (Universitas). Jenjang pendidikan yang pertama kali dibangun adalah SLTP guna membantu pemerintah untuk menanggulangi ledakan lulusan SD pada tahun 1980-1981. Perguruan Mujahiddin mempunyai 2 jenis jenjang pendidikan yakni; Pendidikan Umum (TK,SD, SLTP, SMU) dan Pendidikan Agama (MDA, MTs, MAS).
TK didirikan pada tahun 1982, dalam perkembangannya TK mendapat binaan dari wanita Mujahiddin Pontianak sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. SD didirikan pada tahun ajaran 1984-1985 dengan prestasi yang cukup dibanggakan baik dalam prestasi nilai maupun kegiatan ekstra kurikuler, sekolah ini sempat mendapat simpati yang tinggi dari masyarakat. SLTP merupakan jenjang pendidikan yang pertama kali dibangun pada tahun 1980 . SMU didirikan pada tahun 1984 yang ketika itu memiliki 2 jurusan yakni Biologi (A2) sekarang IPA dan Ilmu Sosial (A3) sekarang IPS. Selanjutnya Pendidikan Agamanya mengalami beberapa kali pasang surut mulai dari MDA yang didirikan tahun 1985 yang ketika itu sempat vacuum, ketika tahun 1988-1989 baru diupayakan untuk dibangkitkan kembali. MTs didirikan pada tahun 1982 mengalami perkembangan hingga berakreditasi “terdaftar”.
Berikutnya MA dicetus pertama kali oleh A. Munif H. Usman pada tahun 1983 dan mendapatkan akreditasi “terdaftar” pada tahun 1986 hingga sekarang telah memiliki 3 jurusan yakni IPA, IPS dan Bahasa. Kurikulum yang digunakan ada dua bentuk yakni kurikulum Depag dan Diknas.
2)   Pondok Pesantren Salafi As-Salam
Pesantren ini terletak dikelurahan Pal V Kec. Pontianak Barat pesantren ini mulai beroperasi sejak tahun 1982 M. dan di akta notaris tanggal 9 Februari 1983. Adapun ide pertama untuk mendirikan Pontren ini adalah H. Djamaludin, H. Muhammad dan H. Anwar Dja’far. Pesantren ini didirikan dengan tujuan mencetak kader-kader ulama angkatan baru. Diberi nama As-Salam karena bangunan yang pertama dibangun adalah sebuah Mesjid As-Salam yang didirikan oleh datuk H. A Rasyid. Data yang ada hanya berkisar dari tahun 1997-2001. Pada tahun 1997-1998 jumlah murid Aliyah meningkat namun pada tahun 1999-2001 para peminat berkurang
3)   Yayasan Islamic Centre Al-Falah Mempawah
Yayasan ini berdiri pada tanggal 15 Mei 1984, yang terletak dijalan Raden Kusno Mempawah. Pendiri yayasan ini adalah Bapak H. Jawari dengan tujuan agar wilayah kabupaten tersebut dapat menciptakan calon-calon generasi yang berkualitas. Diberi nama demikian karena fungsinya waktu itu sebagai pusat orang-orang Islam menuntut ilmu dari berbagai kecamatan. Jenjang pendidikannya terdiri dari SD, MTs, Aliyah. Dalam perkembangannya hingga sekarang Yayasan ini mengalami perbaikan dalam perkembangan fisik dan fasilitas. Dalam perkembangan dari segi jumlah murid baik dari awal didirikn Madrasah tidak terlalu mengalami kemajuan yang berarti. Kemunduran terjadi dikarenakan yayasan ini tidak mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang ada sekarang.
4)   Lembaga Pendidikan MTs.  Al-Ma’Arif. NU Pontianak
Di Kal-Bar, NU telah ada sejak tahun 1952 Sekolah NU di Kal-Bar sebagian memang tidak seideal yang di Jawa arau sekolah-sekolah unggulan yang ada di daerah ini. MTs Ma’Arif Pontianak merupakan satu-satunya MTs NU yang ada di ibu kota Provinsi. Letaknya di Jl. Alpokat Jaya ±100 m dari Jl. Kom Soedarso Pontianak. MTs ini didirikan pada tahun 1986 yang diprakasai oleh 3 tokoh NU yaitu Bapak KH Mas’udi, Makhfuri, H. Munawar Kalahan. Karena tuntutan akan lembaga lanjutan sebab pada waktu itu telah terdapat MINU dan karena respon masyarakat yang cukup baik terhadap lembaga pendidikan NU, maka didirikanlah sekolah ini. KBM di MTs ini dilaksanakan pada sore hari dari jam 12.30-17.25 WIB. Adapun kurikulum yang digunakan MTs ini memakai kurikulum Depag dan Diknas, yang meliputi 15 mata pelajaran yaitu; Fisika, Biologi, B. Indonesia, B. Inggris, B. Arab, MTK, Sejarah, Ekonomi, Geografi, PKN, Olahraga, SKI, Al-Qur’an Hadist, Fiqih, Keterampilan, ditambah dengan materi ke-NU-an. Dari sekian banyak mata pelajaran materi ke-NU-an merupakan mata pelajaran karakteristik yang membedakannya dengan sekolah-sekolah lain.
5)   Pondok Pesantren Al-Baitu Atiq Ketapang
Pesantren ini didirikan pada tahun 1987 di desa Padang kecamatan Matan Hilir Selatan kabupaten Ketapang dan pendirinya adalah K.H. Hadra’I yang berasal dari Ketapang wafat tahun 1997. Kemudian pesantren ini dilanjutkan oleh putranya ustadz Al Faruqi Hadra’I hinggga sekarang. Berawal dari sebuah surau yang dijadikan madrasah yang sederhana untuk mengajarkan anak-anak mengajar Al-Qur’an dan ilmu agama lainnya. Karena perkembangannya yang meningkat dari segi peserta didik yang masuk hingga surau tersebut tidak mencukupi untuk menampung oleh karena itu dibuatlah pesantren ini. Tujuan pesantren ini dibuat yaitu beliau ingin mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang pengetahuan agama dan umum. Dan menciptakan generasi selanjutnya yang beriman dan bertaqwa. Akhirnya pondok pesantren ini berkembang banyak anak-anak yang menetap  atau mondok baik dari lingkungan pesantren maupun dari lingkungan yang jauh, yang jelas dari 15 kecamatan yang ada di Ketapang semua ada. Mayoritas para santri berasal dari kecamatan lain. Setiap tahun ajaran baru rata-rata minimal 200 orang terdaftar setiap tahun. Namun ketika beliau wafat ada kemerosotan terutama dari anak didiknya mengalami penurunan.
Pengajaran yang diberikan masih bersifat tradisional  yaitu hanya diajarkan tentang agama baik baca Qur’an ataupun kitab-kitab lainnya. Tetapi mereka diajarkan juga pendidikan nonformal yaitu keterampilan seperti menjahit, memasak dan lain sebagainya. Dan juga keterampilan dalam bidang olah raga. Kemudian setelah beliau wafat dan digantikan oleh anaknya maka agar lebih dapat berkembang dan bersaing dengan sekolah-sekolah lain maka putra beliau Faruqi mendirikan lembaga pendidikan formal di dalam Pon-Pes tersebut.
d.   Era 90-an
1)   Pondok Pesantren Al-Jihad Hulu Gurung (Kapuas Hulu)
Pesantren ini berdiri pada tanggal 13 Juli 1991 oleh seorang Camat Hulu Gurung Bapak Sy. Umar Al-Kadri dan orang-orang yang mendukungnya seperti Zakaria, H.M Natsir, Mahadat dan lain-lain. Pon-Pes ini didirikan mendapatkan dukungan masyarakat Hulu Gurung dan dibantu oleh Mupida (Kantor Camat, Kantor Depdikbud, Bupati Kapuas Hulu). Berdirinya Pesantren ini adalah atas solidaritas masyarakat Hulu Gurung (khususnya) di Kab. Kapuas Hulu (umumnya). Diberi nama Al-Jihad karena merupakan perjuangan umat Islam di Kabupaten Kapuas Hulu umumnya, di Kecamatan Hulu Gurung khususnya.
Lokasi Pesantren ini berdiri di Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kab. Kapuas Hulu. Tujuan dibuat Pon-Pes ini adalah untuk menjadi wadah/sarana yang bermaksud membentuk generasi generasi muda Islam yang menguasai Iptek dan pengetahuan agama. Berdirinya bangunan (gedung sekolah) dan asrama karena mendapatkan sumbangan dari desa-desa sekitar. Pada tahun 1993 pesantren ini mulai beroperasional, mulai dibuka penerimaan murid. Pada tahun tersebut murid diwajibkan mengikuti penataran P-4. Setelah selesai P-4 siswa belajar aktif sesuai dengan kurikulum Nasional. Pada tahun tersebut tenaga pengajarnya berasal dari pegawai kantor Camat, pegawai Puskesmas, dan dari tenaga guru yang berpendidikan umum/agama. Pada tahun 1994 pesantren ini kembali menerima siswa baru ketua Yayasan Pon-Pes mendatangkan Ustadz dan Ustadzah dari Jabar dan Jatim untuk mondok dan membina santri di Pon-Pes tersebut.
Pada saat itu penyelenggaraan pendidikan Pon-Pes adalah pendidikan Diniyah (khusus untuk Pondok). Sistem pendidikan Nasional diterapkan pada waktu pagi dan pendidikan pondok pada sore hari. Karena perkembangan terus meningkat maka ditambahlah asrama dan tempat sekolah. Dahulu hanya ada 1 surau kemudian dibangun mesjid.
2)   Pondok Pesantren Darussalam Sekubang (Mempawah)
Berdirinya Pon-Pes ini tidak terlepas dari Yayasan Darussalam yang mengusahakan berdirinya sebuah lembaga pendidikan Islam. Mengingat semakin langkanya ulama berilmu agama maka para tokoh agama dan tokoh masyarakat Desa Sekubang sepakat mendirikan Lembaga  Pendidikan Pon-Pes di Desa Sekubang. Maka ditentukanlah sebuah panitia dan dirintislah dengan mendirikan MTs pada tahun 1983. Kemudian dilanjutkan dengan MA tahun 1988. Dua tahun kemudian tepatnya tahun 1990 mulai dirintis kegiatan Pesantren  dengan mendatangkan 3 orang tenaga pengasuh Santri (Ustad) dari Pon-Pes Gontor. Pada tahun 1991 Yayasan telah merintis panti asuhan dan disinilah awal dan mulainya kegiatan Pesantren dengan menampung para Santri dalam asrama Pondok. Tepat tanggal 25 Juli 1992 Pon-Pes Darussalam diresmikan untuk dibuka oleh Bapak Drs. H. Jafar H. Dg. Bide Kepala Kantor  Depag  KDH. Tk. II. Pontianak. Sejak saat itulah dimulai aktivitas Pesantren dibawah naungan Yayasan Darussalam yang dipimpin oleh Ustad Turbirama Raryik.
3)   Al-Ma’Arif NU Sintang
Lembaga Pendidikan Al-Ma’arif Sintang telah didirikan tahun 1995 dan telah terdaftar di kantor Depag sejak tahun 1996. Lembaga ini berdiri diprakasai oleh Alwi Wahab, H. Mashur, M. Ghozali, Sopian Hamzah, Ade Umar. Sedangkan yang menjadi pendukung selain masyarakat juga instansi pemerintah seperti Depag. Dan yang menjadi pimpinan/kepala sekolah dilembaga ini adalah Drs. M. Ghozali. Adapun tujuan didirikan lembaga ini yakni untuk membangun anak-anak yang beriman dan bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia. Guru-guru yang mengajar dilembaga tersebut berasal dari berbagai PTN dan PTS serta dari Pon-Pes dipulau Jawa. Lembaga pendidikan agama yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Al-Ma’Arif  Sintang adalah; MI Al-Ma’arif 1 Kelosat (Kec. Kelimbing Kab. Sintang), MI Al-Ma’arif II KKLK (Kec. Nangah Pinoh), MI Al-Ma’arif III (Tanjung Pauh Nanga Pinoh), Madrasah Diniyah Al-Ma’Arif I Keloyat, Madrasah Diniyah Al-Ma’Arif II Batu Nanta (Kec. Dedai), Madrasah Al-Ma’arif III SP IV SKPC (Kec. Sepauk), MTs A-Ma’arif I Kelosat (Kec. Kelimbing), MTs A-Ma’arif II Dak Jaya (Kec. Binjai Hulu), MTs A-Ma’arif III, Pon-Pes Darul Ma’Arif Sintang pesantren ini juga mempelajari kitab kuning dan beberapa materi Diniyah seperti Fikih,Nahwu, Tajwid yang berorientasi pada ajaran salafiah.
4)   Pondok Pesantren Khulafaur Rasyidin Pontianak
Pesantren ini didirikan pada tahun 1995-an yang beralamat di jalan Ahmad Yani II Pontianak. Proses pembangunannya hanya menghasilkan 2 lokal. Pada bulan Mei-Juli 1998 dibuka MTs Khulafaur Rasyidin, kedudukannya menginduk ke Kelompok Kerja Madrasah (KKM) di MTsN Kakap Rasau. Proses KBM pun dimulai tanggal 15 Juli 1998 dengan murid pertama 13 orang (putra semuanya),barulah pada gelombang kedua putrinya. Kurikulum yang digunakan adalah Diknas dan pesantren, kalau pagi hari proses belajar mengajar sama dengan sekolah (SMP/MTsN), sedangkan kalau sore hari maka proses belajar mengajar agama dilangsungkan baik di Mesjid, Surau, maupun Sekolah. Dan status berikutnya MTs ini sekarang berstatus terdaftar. Pada tahun 1998 dibangun lagi 1 gedung dengan 10 lokal, dengan rincian 1 aula, 1 asrama, 1 dapur, dan 10 gedung sekolah, itupun didirikan atas partisipasi masyarakat, instansi pendidikan dan pihak-pihak lain.
5)   Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Pontianak
Pesantren ini secara resmi berdiri pada tanggal 17 Juli 1996, dan baru beroperasi tahun 1997. Pesantren ini bertempat di jalan Prof. M. Yamin (Jl. Pak Benceng No.22 A) Kota Baru Pontianak. Pesantren ini berdiri diawali karena adanya keinginan dari sekelompok masyarakat akan pendidikan. Untuk membantu mereka yang memiliki latar belakang ekonomi rendah agar memperoleh pendidikan sewajarnya. Tokoh pendiri pesantren ini adalah Ust. A. Djuhaedi Abdullah, S. Ag, Yakob Abdullah, Radjali AR, Sudhono, dan H. Anwar Masduki. Saat pertama kali proses kegiatan belajar mengajar dilangsungkan program pengajaran yang baru diadakan unutuk jenjang setingkat Tsanawiyah. Dengan jumlah santri 13 orang,tempat yang digunakan untuk belajar pada saat itu masih di aula. Pada tahun 2000 Pontren ini telah membuka MA dengan jumlah murid pertama 21 orang. Berkat jerih payah akhirnya santri disana bertambah menjadi 165 orang. Pada awal berdirinya Pontren ini hanya memiliki 2 lokal belajar dan 1 kantor, asrama putra dan putri pun masih menyatu. Pada usia 5 tahun Pontren ini mengalami kemajuan telah dapat membangun gedung baru untuk asrama putri dan putra, dan menambah lokal belajar. Kemudian saat ini juga telah menggunakankomputer bantuan dari Depag serta sarana olahraga dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
http://kesultanankadriah.blogspot.com/2011/01/islamsejarah-masuknya-ke-kalimantan.html
http://arisandi.com/?p=524
http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/islam-kalbar.html
Mahmud Yunus. 2008. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus wadzuriyyah
Tim. 2005. Khatulistiwa Journal Of Islamic Studies. Pontianak: LP3M STAIN
http://arifnasah.blogspot.com/2012/05/sejarah-pendidkan-islam-di-kalimantan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar