Minggu, 24 Maret 2013

Sejarah Pendidikan Islam Nusantara


Oleh : Kusmayudi & Yuda Firlana

A.           Teori-teori Islamisasi di Nusantara
Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relatif berbeda dengan daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballigh. Sedangkan Islam yang masuk kedaerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukkan, seperti masuknya Islam ke irak, iran (parsi), mesir, afrika utara sampai ke andalusia.
Terdapat beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negeri asalnya, dan pembawanya. Sarjana belanda kebanyakan berpendapat bahwa kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari india, diantara sarjana tersebut adalah pijnapel dari universitas Leiden, Moquitte, snouck hurgronje. Menurutnya Hurgronye abad ke 12 adalah priode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara. (Azra, 1994:24)
Selain dari teori India berkembang juga teori arab yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari arab. Teori ini juga didukung oleh sejumlah sarjana di antaranya Crawfurd, Niemann dan yang paling gigih mempertahankannya adalah Naquib Al-attas (Azra, 1994:27-28).
Menurut beberapa sumber sejarah dijelaskan bahwa selat malaka sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal, sebagai salah satu jalur perdagangan dari dunia timur ke barat di samping jalan barat. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tulisan marwati djoined poesponegoro dan nugroho notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia &malaya compiled from Chinese Sources.
Inti dari hasil seminar medan yang terpenting adalah: Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di aceh. Penyiaran Islam dilakukan dengan secara damai oleh pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi (panitia seminar, 1963: 265).
Seminar medan tersebut dilanjutkan dengan seminar di Banda Aceh tahun 1978, menegaskan bahwa kerajaan Islam pertama adalah Perlak, Lamuri, Pasai (Hasjmy, 1989:143).
Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam, disamping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di sumatera. Sedangkan Islam masuk ke jawa waktunya di duga kuat berdasarkan batu nisan kubur fatimah binti maimundi laren (gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M). Situasi politik mempercepat penyebaran Islam di jawa, pada saat melemahnya kerajaan majapahit kerena perpecahan. Bupati-bupati pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan Raja Majapahit, melalui bupati-bupati pesisir yang memeluk agama Islam, agama menjadi kekuatan baru dalam proses perkembangan masyarakat.
Kedatangan Islam ke belahan Indonesia belahan timur juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk kedaerah ini pada abad keempat belas Masehi.
Di kalimantan khususnya di daerah banjarmasin proses Islamisasi di daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550. Adapun di Sulawesi terutama di bagian selatan telah didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-15 M. Menurut Tome Pires pada abad ke-16 di daerah Gowa telah terdapat pedagang muslim dan orang Portugis, yang telah melakukan hubungan dagang dengan Gowa (Poesponegoro, 1984:25).
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tampat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. Masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.
Tumbuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara ini jelas sangat berpengaruh sekali bagi proses Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan semangat para muballigh untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia

B.            Pendidikan Islam di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
1.       Sistem Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a.             Kerajaan Samudra Pasai
Para ahli sependapat bahwa agama islam sudah masuk ke Indonesia (khususnya sumatra) sejak abad ke-7 atau 8 M, meskipun ketentuan tentang tahunya secara pasti terdapat sedikit perbedaan.
Meskipun Islam sudah masuk abad ke-7 atau 8 M tersebut, ternyata dalam perkembanganya mengalami proses yang cukup lama, baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam. Hal ini disebabkan, bahwa Islam itu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan dengan cara damai, ditambah lagi bahwa masyarakat Islam tidak begitu berambisi untuk merebut kekuasaan politik, yang menyebabkan Islam berjalan dengan damai dan wajar.
Dari beberapa catatan sejarah, bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Al-Malik Ibrahim bin Mahdum. Tapi catatan lain ada yang menyatakan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak.
Hal ini dikuatkan oleh Yusuf Abdullah Puar, dengan mengutip pendapat seorang pakar sejarah Dr. NA. Baloch dalam bukunya “Advend of Islam in Indonesia”. Tapi sayang sekali bukti-bukti kuat yang mendukung fakta sejarah ini tidak banyak ditemukan, terutama menyangkut referensi yang mengarah ke arah itu.
Seorang pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M sempat singah di kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az Zahir, saat perjalananya ke Cina. Ibnu Batutah menuturkan bahwa ia sangat mengagumi akan keadaan kerajaan Pasai, dimana rajanya sangat alim dan begitu pula dalam ilmu agamanya, dengan menganut paham Mazhab Syafi’I, dan serta mempraktekkan pola hidup yang sangat sederhana.
Menurut apa yang dikemukakan Ibnu Batutah tersebut, dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, yaitu:
a)      Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh mazhab Syafi’i.
b)      Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah.
c)      Tokoh  pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama.
d)     Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Pasai ini, sudah terjadi hubungan antara Malaka dengan Pasai, bahkan Islam berkembang di Malaka lewat Pasai. Raja Malaka memeluk Islam karena menikah dengan putri dari kerajaan Pasai.
b.             Kerajaan Perlak
Di atas sudah dikemukakan bahwa kerajaan Perlak merupakan salah satu Kerajaan Islam tertua di Indonesia, bahkan ada yang menyatakan lebih dahulu dari Kerajaan Samudra Pasai. Alasannya, seorang putrid dari Sultan Perlak Muhammad Amin Syah (1225-1263) yang bernama Putri Ganggang Sari telah menikah dengan  Merah Selu (Malik As Shaleh) yang diketahui adalah Raja Pasai pertama. Namun sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa tidak banyak bahan kepustakaan yang menjurus ke arah itu untuk menguatkan pendapat tersebut.
Yang jelas Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu. Berdasarkan factor demikian maka Islam dengan mudah sekali bertapak di Perlak tanpa kegoncangan social dengan penduduk pribumi.
Berita perjalanan Marco Polo seorang kebangsaan Italia pengeliling dunia, pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M. Dia menerangkan bahwa Ibukota Perlak ramai dikunjungi pedagang Islam dari Timur Tengah, Parsi dan India, yang sekaligus melakukan tugas-tugas dakwah.
Menurut riwayatnya, Sultan Mahmudin Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat sebagai sultan yang keenam, terkenal sebagai seorang sultan yang arif bijaksana lagi alim sekaligus seorang ulama. Dan sultan inilah yang mendirikan semacam perguruan tinggi Islam pada saat itu.
Begitu pula di Perlak ini terdapat suatu lembaga pendidikan lainya berupa majelis ta’lim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Pada majelis ta’lim ini diajarkan kitab-kitab agama yang punya bobot dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al Um karangan Imam Syafi’i dan sebagainya.
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan dengan baik.
c.              Kerajaan aceh Darussalam (1511-1874)
Ketika kerajaan Islam Pasai mengalami kemunduran, di Malaka berdiri sebuah Kerajaan yang diperintah oleh Sultan Muhammad Syah. Namun kerajaan ini pun tidak bisa bertahan lama, setelah mengalami masa keemasan yaitu ketika Sultan Muszaffar Syah (1450) memerintah. Sesudah itu terus mengalami kemunduran. Ia tidak mampu menguasai pengaruh dari luar terutama yang berada di Aceh. Maka sejak itulah Kesultanan di Aceh mulai berkembang.
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 zulkaijah 916 H (1511 M) menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan sejak berabad-abad yang lalu, yang berlandaskan Pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan.
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam tersebut adalah hasil peleburan Kerajaan Islam Aceh di belahan barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan timur. Putra Sultan Abiddin Syamsu Syah diangkat menjadi raja dengan gelar Sultan Alauddin Ali Mughayat Syah (1507-1522).
Sebelum munculnya kesultanan aceh, kawasan utara Sumatera merupakan kedudukan kerajaan Islam; yang paling penting adalah kerajaan Perlak dan Kesultanan Pasai, yang keduanya terletak di ujung timur laut Sumatera Marcopolo yang mengunjungi Perlak pada tahun 1992 memberikan bukti pertama tentang sebuah kesultanan Islam di Asia Tenggara kerajaan awal lainnya, Pasai, digambarkan sebagai suatu pusat penting penyebaran islam di Nusantara. Kesultanan Aceh yang mulanya bukan merupakan kerajaan penting dibagian paling barat laut Sumatera, dibawah kekuasaan Sultan ‘Ali Mughayat Syah berhasil mempersekutukan berbagai kerajaan kecil yang terbelah secara tajam di kawasan utara Sumatera menjelang awal abad ke-16 (Azyumadi Azra: 2002 : 51).
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar negeri, sehingga banyaklah orang luar yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu. Bahkan Ibukota kerajaan Aceh Darussalam terus berkembang menjadi Internasional dan menjadi pusat perkembangan  ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Karena itulah beberapa kalangan ada yang menyatakan , bahwa pada saat-saat kekuatan imperialis barat telah mematahkan sebagian besar negara-negara Islam, pada waktu itulah yaitu sekitar permulaan abad 16 M lahir Lima Besar Islam yang terikat dalam suatu kerjasama ekonomi, poitik, militer, dan kebudayaan, meliputi:
1.    Kerajaan Turki Usmani di Istambul
2.    Kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara
3.    Kerajaan Islam Isfahan di Timur Tengah
4.    Kerajaan Islam Akra di India
5.    Kerajaan Islam Aceh Darussalam di Asia tenggara
Dalam bidang pendidikan di Kerajaan Aceh Darussalam adalah benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, diantaranya:
1.    Balai Seutia Hukama;
Merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama’, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.    Balai Seutia Ulama’;
Merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3.    Balai Jama’ah Himpunan Ulama’;
Merupakan kelompok studi tempat para ulama’ dan sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikan.
Adapun jenjang pendidikan yang ada adalah sebagai berikut:
a)    Meunasah (madrasah);
Terdapat disetiap kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar,materi yang diajarkan yaitu; menulis dan membaca huruf arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
b)   Rangkang;
Diselengarakan disetiap mukim, merupakan masjid sebagai tempat berbagai aktifitas ummat termasuk pendidikan. Rangkang adalah setingkat Madrasah Tsanawiyah. Materi yang diajarkan; bahasa arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, (hisab), akhlak, fiqh, dan lain-lain.
c)    Dayah;
Terdapat disetiap daerah ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah sekarang, Materi yang diajarkan; fiqh (hukum Islam), bahasa arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid.
d)   Dayah Teuku Cik;
Dapat disamakan dengan perguruan tinggi atau akademi, diajarkan fiqh, tafsir, hadits, tauhid (ilmu kalam), akhlak/tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat.
Dengan demikian, jelas sekali bahwa di Kerajaan Aceh Darussalam ilmu pengetahuan benar-benar berkembang dengan pesat dan mampu melahirkan para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan, seperti: Hamzah Fansuri, Syekh Syamsudin Sumatrani, Syekh Nuruddin Ar Raniry dan Syekh Abdur Rauf Tengku Syiah Kuala, yang merupakan nama-nama yang tidak asing lagi sampai sekarang ini. Bahkan diantaranya ada yang diabadikan menjadi nama perguruan tinggi terkenal di Aceh yaitu IAIN Ar Raniry dan Universitas Syiah Kuala.

2.             Sistem Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Demak
Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam yang bernama Putri Cempa. Kejadian tersebut tampaknya sangat besar pengaruhnya terutama dalam rangka dakwah Islam. dari Putri Cempa inilah lahir seorang putra yang bernama Raden Fatah, yang kemudian kita ketahui menjadi Raja Islam pertama di jawa (Demak).
Tentang berdirinya kerajaan demak, para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit. Adapula yang berpendapat, bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. Hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang mendapat serbuan tentara Raden Fatah dari Demak.
Kendatipun demikian, kehadiran kerajaan Demak bukan penyebab runtuhnya Majapahit. Keruntuhanya lebih banyak disebabkan kelemahan dan kehancuran Majapahit dari dalam sendiri, setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Kerajaan majapahit didahului oleh kelemahan pemerintah pusatnya yang disusul oleh perang saudara. Misalnya perang antara Bre Wirabumi dengan putri mahkota Kusumawardani, perang saudara di Majapahit ini berkepanjangan dengan memakan waktu kurang lebih 30 tahun, yang melibatkan 6 orang ahli waris dari Hayam Wuruk. Dengan demikian keruntuhan tersebut jelas bukan disebabkan oleh agama Islam.
Kehadiran kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang membawa harapan. Kerajaan Islam itu diharapkan sebagai kekuatan baru yang akan menghalau segala bentuk penderitaan lahir dan mendatangkan kesejahteraan. Raja Majapahit sudah kenal Islam jauh sebelum kerajaan Demak berdiri. Bahkan keluarga Raja Brawijaya sendiri kenal agama Islam melalui putri Cempa yang selalu bersikap ramah dan damai.
Tentang sikap Raden Fatah tatkala terjadi penyerbuan terrhadap istana Majapahit olleh Ranawijaya Girindrawardhana yang menyebabkan tewasnya ayah handanya Raja kertabumi didalam keratin adalah sekedar bertahan dan membela hak waris atas Majapahit. Sebab kalau memang yang melakukan penyerbuan kudeta di Majapahit pada saat itu ialah Raden Fatah, mengapa pada saat tersebut dia tidak memproklamasikan dirinya sebagai pengganti sekaligus. Semua itu sebenarnya otomatis di anggap sah, dan haknya sebagai putra mahkota.
Tapi nyatanya Demak sendiri baru dinyatakan berdiri sekitar tahun 1518 M. Dalam tahun ini terjadi pertempuran antara penerus kekuasaan Majapahit Patih Udara dengan Adipati Yunus yang berkuasa di Demak. Setelah terjadinya pertempuran tersebut, kekuasaan Majapahit praktis berakhir.
Dengan berdirinya agama Islam Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di jawa tersebut, maka penyiaran agama Islam makin meluas, pendidikan dan pengajaran Islam pun bertambah maju.
a.    Pelaksanaan Pendidikan Islam di Kerajaan Demak
Tentang sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah, disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberri gelaran resmi, yaitu gelar  sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti: Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, Kiai Ageng Sela dan lain-lain.
Memang antara Kerajaan Deamak dengan wali-wali yang Sembilan atau Walisonggo terjalin hubungan yang bersifat khusus, yang boleh dikatakan semacam hubungan timbal-balik, dimana sangatlah besar peranan para walisonggo di bidang dakwah Islam, dan juga Raden Fatah sendiri menjadi raja adalah atas rasa keputusan para wali dan dalam hal ini para wali tersebut juga sebagai penasehat dan pembantu raja.
Dengan kondisi yang demikian, maka yang menjadi sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi kalangan pemerintah dan rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan wali-wali menyiarkan agama dan memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangat mengembirakan, sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.

3.             Sistem Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam Mataram
Kerajaan Demak ternyata tidak bertahan lama, pada tahun 1568 M terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang. Namun adanya perpindahan ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang berarti terhadap sistem pendidikan dan pengajaran Islam yyang sudah berjalan.
Baru setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (1586), terutama di saat Sultan Agung (1613) berkuasa, terjadi beberapa macam perubahan. Sultan Agung setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerrah-daerah yang lain, sejak tahun 1630 M mencurahkan perhatianya untuk membangun negara, seperti menggalakkan pertanian, perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya,bahkan pada zaman Sultan Agung juga kebudayaan, kesenian dan kesusastraan sangat maju.
Atas usaha dan kebijaksanaan dari Sultan Agung lah kebudayaan lama yang berdsarkan Indonesia asli dan Hindu dapat diadaptasikan dengan agama dan kebudayan Islam, seperti:
1.      Grebek disesuaikan denga hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi. Sejak saat itu terkenal dengan Grebek Poso (Puasa) dan Grebek Mulud.
  1. Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada Grebek mulud, atas kehendak Sultan Agung dipukul dihalaman masjid besar.
  2. Karena hitungan tahun Saka (Hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan hitungan perjalanan matahari, berbeda dengan tahun Hijriah yang berdasarkan perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintahan Sultan Agung, tahun yang saka yang telah berangka 1555 saka, tidak lagi ditambah dengan hitungan matahari, melainkan dengan hitungan perjalanan bulan, sesuai dengan tahun Hijriah. Tahun yang baru disusun disebut tahun jawa, dan sampai sekarang tetap jugadipergunakan.
a.    Pelaksanaan Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam
Pada zaman kerajaan Mataram, pendidikan sudah mendapat perhatian sedemikian rupa, seolah-olah tertanam semacam kesadaran akan pendidikan pada masyarakat kala itu. Meskipun tidak ada semacam undang-undang wajib belajar, tapi anak-anak usia sekolah tampaknya harus belajar pada tempat-tempat pengajian di desanya atas kehendak orang tuanya sendiri.
Ketika itu hampir disetiap desa diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf hijaiyah, membaca alquran, barzanji,, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya. Adapun cara mengajarkannya adalah dengan cara hafalan semata-mata. Di setiap tempat pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin.
Selain pelajaran alquran, juga ada tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang  telah khatam mengaji alquran. Tempat pengajianya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di asrama yang  dinamai pondok, di dekat pesantren tersebut.
Adapun cara yang dipergunakan untuk mengajar kitab ialah dengan sistem sorogan, seorang demi seorang bagi murid-murid permulaan, dan dengancara bendungan (halaqah) bagi pelajar-pelajar yang sudah lamadan mendalam keilmuanya.
Sementara itu pada beberapa daerah Kabupaten diadakan pesantren besar, yang dilengkapi dengan pondoknya, untuk kelanjutan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren-pesantren desa. Pesantren ini adalah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi.
Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar itu ialah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama telah diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.

4.             Sistem Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Banjarmasin
Kerajaan Demak memainkan peranan penting dalam memasukkan Islam ke Kalimantan, dan perkembanganya mulai mantap setelah berdirinya Kerajaan Islam Banjarmasin dibawah pimpinan Sultan Suriansyah.
Tentang awal berdirinya Kerajaan Islam Banjar ini, menurut Drs. Idwar Saleh. Ketua MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) cabang Banjarmasin, ialah pada hari Rabu Wage, 24 September 1526 M, dua hari sebelum hari raya Idul Fitri, sesudah Pangeran Samudra yang kemudian berganti nama dengan Sultan Syuriansyah menang perang dengan Pangeran Tumenggung di Negara Daha.
Sesudah kerajaan Islam Banjar berdiri dibawah pimpinan Sultan Syuriansyah, sebagai kerajaan Islam yang pertama, maka perkembangan Islam makin maju, masjid-masjid dibangun hampir di setiap desa.
Perkembangan yang sangat mengembirakan, pada tahun 1710 M (tepatnya syafar 1122 H) di zaman Kerajaan Islam Banjar ke- 7 dibawah pemerintahan Sultan Tahmilillah (1700-1748) telah lahir seorang ulama’ terkenal kemudiannya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al Banjary di desa Kalampayan Martapura.
Syekh Muhammad Arsyad yang sejak kecil di asuh oleh Sultan Tahmilillah ini cukup lama berstudi di Mekah yaitu sekitar 30 tahun, sehingga pada giliranya beliau terkenal keulamaanya dan kedalaman ilmunya, tidak saja terkenal di Kalimantan dan Indonesia, tapi sampai keluar negeri, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Syekh Muhammad Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, di antaranya yang paling terkenal sampai sekarang  adalah Kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah mengangkatnya sebagai mufti besar Kerajaan Banjar. Syekh Muhammad Arsyad juga berjasa besar dalam mendirikan pondok pesantren di kampung Dalam Pagar, yang sampai sekarang masih terkenal dengan sebutan pesantren Darussalamnya.
 Sistem pengajian kitab di pesantren Banjarmasin, tidak berbeda dengan sistem pengajian kitab di pondok pesantren Jawa ataupun Sumatra, yaitu dengan mempergunakan sistem halaqah, menerjemahkan kitab-kitab yang dipakai ke dalam bahasa daerah (Banjar), sedang para santrinya menyimaknya.
Sebelum tampilnya Syekh Muhammad Arsyad, di Banjarmasin juga sudah terdapat seorang ulama’ besar, yaitu Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al Banjary, yang mengarang sebuah kitab tasawuf “Addarunnafis”. Bagaimana tingginya iman dan ketebalan tauhid ummat Islam di zaman itu, dapatlah terbaca pada karya Syekh Nafis Al Banjary ini, sehingga bagi yang iman tauhidnya belum mencukupi, niscaya kitab ini akan membahayakan kepada iman dan tauhid seseorang.
Ketika pemerintah kolonial Belanda, menancapkan kekuasaanya di daerah Banjar, atas pimpinan seorang ulama besar Pangeran Antasari, meletuskan perang Banjar yang terkenal, sejat tanggal 28 April 1859. Perang tersebut berlangsung lebih dari 40 tahun lamanya, dan baru mereda perlawanan orang-orang Banjar tersebut setelah wafatnya Pangeran Antasari.
Demikianlah bagaimana keadaan pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam, yang jelas pada saat ini Islam telah berkembang sedemikian rupa. Meskipun hanya beberapa kerajaan Islam yang penulis kemukakan di dalam tulisan ini, bukan berarti mengecilkan arti pentingnya kerajaan-kerajaan Islam yang lain, bahkan yang tak kalah pentingnya seperti Kerajaan Islam di Sulawesi, Kerajaan Islam di Maluku dan sebagainya, yang sangat besar perananya baik dalam pelaksanaan pendidikan Islam maupuin dakwah Islamiyah tentunya.

C.           Lembaga-lembaga pendidikan Islam Nusantara
Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersaman dengan proses pembudayaan. Proses tersebut dimulai dari lingkungan keluarga.
Dalam Islam, keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama. Hal ini diisyaratkan dalam al-quran sebagaimana juga dipraktikkan dalam sunnah nabi Muhammad SAW.
Pada surat At-tahrim ayat 6, dengan Gembalng Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk  menjaga dan memelihara diri dan  keluarga dari kesengsaraan dan api neraka. “Hai orang-orang beriman , peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. AT-tahrim:6).
Pada ayat lain, Nabi SAW diperintahkan untuk memberikan peringatan dan dakwah Islam kepada kaum keluarga terlebih dahulu. “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat”.(Q.S Asy-syura: 214)
Ini dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya. Diantara orang-orang yang paling dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarganya, yaitu Khodijah (Istri), Ali bin abi thalib dan zaid bin haritsah (Haikal 1984:100)
Bentuk lembaga pendidikan Islam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga yang satu dan lainnya tidak terjadi tumpang tindih.
Prinsip-prinsip pendidikan Islam tersebut adalah:
1.    Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang membawa manusia kepada api neraka (Q.S At-tahrim)
2.    Prinsip pembinaan ummat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia maupun akhirat, sebagai realisasi cita-citabagi orang yang beriman dan bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do sehari-hari.
3.    Prinsip amar ma’ruf nahi munkar serta membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan.
4.    Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta rasa dan karsanya.
5.    Prinsip pembentukkan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuanyang satu sama lain  saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan dirinya padan sang pencipta.

1.    Masjid dan surau
Secarah harfiah, masjid diartiakan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga berarti tempat salat berjamaah atau tempat salat untuk umum.
Masjid memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan Islam, karna itu masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak di perlukan bagi perkembangan mesyarakat Islam,
a.    Masjid sebagai lembaga peradaban Islam
Masjid atau sanggar sebagai institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya, masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Al-abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dijadikannya masjid sebagai lembaga pendidikan akan menghidupkan sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan. Dengan demikian, masjid merupakan lembaga kedua setelah keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dalam waktu yang sama ( Hasan Langgulung 1988: 111).
Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
1.    Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
2.    Menanamkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, dan menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban sebagai insan pribadi, sosial, dan warga negara.
3.    Memberi rasa ketentraman, dan kekuatan, dan  kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme, dan pengadaan penelitian.

b.    Surau
Secara garis besarnya, surau mempunyai 2 fungsi, yaitu: pertama, berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dimana pada abad awal Islam tarikat telah muncul sebagai tanggapan atas kebutuhan umum sebagai sarana dan metode pendekatan diri kepada Tuhan. Penganut tarikat  ini, di sebut sufi dan menekuni tariqah yang ditetepkan oleh seorang guru/syekh, dimana mereka belajar bertahun-tahun. Tariqah dan sekolahnya ini termasuk bagian dari sistem surau yang sudah ada di Minangkabau, tanpa pergeserah dan perubahan apapun (Dobbin, dalam Mastuki, dalam Khozin : 2006 : 79)
2.    Pondok Pesantren
a.    Asal-usul pondok pesantren dan sejarah perkembangannya.
Pesantren dilahirkan asal dasar kewajiban dakwah Islamiah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “ tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata “ pondok” juga berasal dari bahasa arab “funduk” yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari, 1983: 18).

b.    pesantern sebagai lembaga pendidikan Islam
Mekanisme kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.    Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern sehinggaa terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiai.
2.    Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkulikuler mereka.
3.    Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar ijasah karna sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijasah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijasah tersebut. Hal itu karena tujua utama mereka hanya ingin mencari keridhaan Allah SWt semata.
4.    Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penamaan rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.    Alumni pondok pesantren tidak menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah ( Amin Rais, 1989:162).

c.    Sistem Pendidikan dan Pengajaran pesantren
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonan atau bendungan (menurut istilah dari jawa barat).
Sorogan disebut juga sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang disebut “badal”.
Dengan metode bandungan atau halaqoh dan sering juga disebut wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan membentuk lingkaran. Kiai maupun santri dalam halaqoh tersebut memegang kitab masing-masing. Meskipun pesantren tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan pengajaran secara halaqoh ini, kemampuan para santri dapat diketahui.
Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a.    Pesantren tradisional; pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b.    Pesantren modern; pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem sistem klasikal dan sekolah kedalam pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pe ngajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang Cuma sekedar pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Begitu juga dengan yang diterapkan seperti cara sorogan dan bandungan mulai berubah menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara umum, atau studium general (Zuhairini, 1986: 65)

3.    Madrasah
a.    Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah merupakan isim makan dari “darasah” yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta, 1990: 618). Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 M. Ketika penduduk naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah pertama kalinya (Moh. Athiyah al-Abrasyi, 1974: 82).
b.    Lahir dan berkembangnya madrasah di Indonesia
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai beberapa latar belakang, di antaranya:
1.    Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2.    Usaha penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
3.    Adanya sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi (Muhaimin, 1993: 305).

c.    Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah republik Indonesia, kementrian agama yang mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui kementrian agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh mentri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam seminggu (I. Djumhur, 1979: 223)
Jenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:
1.    Madrasah rendah (madrasah ibtidaiyah)
2.    Madrasah lanjutan tingkat pertama (madrasah tsanawiyah)
3.    Madrasah lanjutan atas (madrasah aliyah)

4.    Perguruan Tinggi Agama Islam
Umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islam yang lengkap, mulai pesantren yang sederhana sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus, Islamic College pertama telah didirikan dan dibuka di bawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 desember 1940 di padang, sumatra barat (M.Yunus, 1985:103). Lembaga tersebut terdiri dari dua fakultas, yaitu syariat/ agama dan pendidikan serta bahasa arab. Tujuan yang ingin dicapai lembaga ini adalah mendidik ulama-ulama.
Pada tanggal 22januari 1950, sejumlah pemimpin Islam dan para ulama juga mendirikan sebuah universitas Islam di solo. Pada tahun itu juga, fakultas agama yang semula ada di Universitas Islam Indonesia Yogyakartadiserahkan ke pemerintah , yakni kementrian Agama yang kemudian dijadikan perguruan tinggi agama Islam negri (PTAIN) dengan PP No. 34 Th. 1959, yang kemudian menjadi institut agama Islam negri (IAIN).
Di samping lembaga pendidikan tinggi Islam (IAIN), pihak perguruan tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi dengan diresmikannya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama koordinator perguruan tinggi agama Islam swasta (KOPERTAIS) yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.

5.    Majlis Taklim
Majlis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, serta memberantas kebodohan umat Islam agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan di redhoi oleh Allah SWT.
a.       Pengertia dan Latar Belakang Historis Majelis Taklim
Mejelis taklim secara istilah adalah lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT, manusia  dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yangbertaqwa kepada Allah SWT. (Nurul Huda, 1984: 5).
Pada majlis taklim ada hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lainnya, yaitu:
1.    Majlis taklim adalah lembaga pendidikan Islam nonformal
2.    Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya madrasah atau sekolah.
3.    Pengikut atau pesertanya disebut jama’ah (orang banyak), bukan pelajar atau santri
4.    Tujuannya, yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.
Di masa puncak kejayaan Islam, majlis taklim di samping dipergunakan sebagai tempat menuntut ilmu, juga menjadi tempat para ulama dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak salah bila dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu ketika itu, merupakan produk majlis taklim (Nurul Huda, 1984: 7)
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majlis taklim berfungsi:
1.    Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Sebagai taman rekreasi rohaniah karna penyelenggaraannya bersifat santai.
3.    Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi massa yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiah.
4.    Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan umat.
5.    Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya (Nurul Huda, 1984: 4)
Demikianlah, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang peranannya mancerdaskan manusia  Indonesia, khususnya umat Islam tidak diragukan lagi.sejarah mencatat bahwa hasil dari sistem pendidikan yang diselenggarakan lembaga-lembaga tersebut sangat memuaskan, bahkan menakjubkan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut tetaptumbuh dan berkembang mendidik dan mencerdaskan anak-anak sebagai generasi muda Indonesia yang mayoritas agama Islam, menjadi manusia Indonesia yang beragama, bersatu, dan berjiwa kebangsaan.
Dari yang dikemukakan diatas, jelas bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia.

Daftar referensi:
Azyumardi Azra, 2002, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung : Mizan
Hasbullah, 2001, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta
Haidar Putra D, 2003, Sejarah Pertunbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana
Khozin, 2006, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi), Malang : UMM Malang
Mahmud Yunus, 2008, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah
http://ranuwa.wordpress.com/2011/12/15/sistem-pendidikan-pada-masa-kerajaan-islam-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar