Oleh : Kusmayudi & Yuda Firlana
A. Teori-teori Islamisasi di Nusantara
A. Teori-teori Islamisasi di Nusantara
Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan
masuknya Islam ke daerah daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses
masuknya Islam ke Indonesia yang relatif berbeda dengan daerah lain. Islam
masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballigh.
Sedangkan Islam yang masuk kedaerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukkan,
seperti masuknya Islam ke irak, iran (parsi), mesir, afrika utara sampai ke
andalusia.
Terdapat beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia,
terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negeri asalnya, dan pembawanya.
Sarjana belanda kebanyakan berpendapat bahwa kedatangan Islam ke Nusantara
berasal dari india, diantara sarjana tersebut adalah pijnapel dari universitas
Leiden, Moquitte, snouck hurgronje. Menurutnya Hurgronye abad ke 12 adalah
priode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara. (Azra,
1994:24)
Selain dari teori India berkembang juga teori arab yang berpendapat
bahwa Islam di Nusantara berasal dari arab. Teori ini juga didukung oleh
sejumlah sarjana di antaranya Crawfurd, Niemann dan yang paling gigih
mempertahankannya adalah Naquib Al-attas (Azra, 1994:27-28).
Menurut beberapa sumber sejarah dijelaskan bahwa selat malaka
sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal, sebagai salah satu jalur
perdagangan dari dunia timur ke barat di samping jalan barat. Penjelasan ini
dapat dilihat dalam tulisan marwati djoined poesponegoro dan nugroho
notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia
&malaya compiled from Chinese Sources.
Inti dari hasil seminar medan yang terpenting adalah: Islam telah
masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah
yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir sumatera, sedangkan
kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di aceh. Penyiaran Islam dilakukan
dengan secara damai oleh pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa
kecerdasan dan peradaban yang tinggi (panitia seminar, 1963: 265).
Seminar medan tersebut dilanjutkan dengan seminar di Banda Aceh
tahun 1978, menegaskan bahwa kerajaan Islam pertama adalah Perlak, Lamuri,
Pasai (Hasjmy, 1989:143).
Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia
tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam,
disamping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini
telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke
Indonesia adalah di sumatera. Sedangkan Islam masuk ke jawa waktunya di duga
kuat berdasarkan batu nisan kubur fatimah binti maimundi laren (gresik) yang
berangka tahun 475 H (1082 M). Situasi politik mempercepat penyebaran Islam di
jawa, pada saat melemahnya kerajaan majapahit kerena perpecahan. Bupati-bupati
pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan Raja Majapahit, melalui
bupati-bupati pesisir yang memeluk agama Islam, agama menjadi kekuatan baru
dalam proses perkembangan masyarakat.
Kedatangan Islam ke belahan Indonesia belahan timur juga tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk kedaerah
ini pada abad keempat belas Masehi.
Di kalimantan khususnya di daerah banjarmasin proses Islamisasi di
daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550. Adapun di Sulawesi terutama di bagian
selatan telah didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-15 M. Menurut Tome
Pires pada abad ke-16 di daerah Gowa telah terdapat pedagang muslim dan orang Portugis,
yang telah melakukan hubungan dagang dengan Gowa (Poesponegoro, 1984:25).
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tampat adalah melalui
proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim
sebagai hasil dari upaya para da’i. Masyarakat muslim tersebut selanjutnya
menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara,
seperti kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan
lain sebagainya.
Tumbuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara ini jelas sangat
berpengaruh sekali bagi proses Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik
digabungkan dengan semangat para muballigh untuk mengajarkan Islam merupakan
dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia
B.
Pendidikan Islam di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
1. Sistem
Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a.
Kerajaan
Samudra Pasai
Para ahli sependapat bahwa agama
islam sudah masuk ke Indonesia (khususnya sumatra) sejak abad ke-7 atau 8 M,
meskipun ketentuan tentang tahunya secara pasti terdapat sedikit perbedaan.
Meskipun Islam sudah masuk abad ke-7
atau 8 M tersebut, ternyata dalam perkembanganya mengalami proses yang cukup
lama, baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam. Hal ini disebabkan, bahwa
Islam itu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan dengan cara damai,
ditambah lagi bahwa masyarakat Islam tidak begitu berambisi untuk merebut
kekuasaan politik, yang menyebabkan Islam berjalan dengan damai dan wajar.
Dari beberapa catatan sejarah, bahwa
kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai yang
didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Al-Malik Ibrahim bin Mahdum.
Tapi catatan lain ada yang menyatakan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah Kerajaan Perlak.
Hal ini dikuatkan oleh Yusuf
Abdullah Puar, dengan mengutip pendapat seorang pakar sejarah Dr. NA. Baloch
dalam bukunya “Advend of Islam in Indonesia”. Tapi sayang sekali bukti-bukti
kuat yang mendukung fakta sejarah ini tidak banyak ditemukan, terutama
menyangkut referensi yang mengarah ke arah itu.
Seorang pengembara dari Maroko yang
bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M sempat singah di kerajaan Pasai pada
zaman pemerintahan Malik Az Zahir, saat perjalananya ke Cina. Ibnu Batutah
menuturkan bahwa ia sangat mengagumi akan keadaan kerajaan Pasai, dimana
rajanya sangat alim dan begitu pula dalam ilmu agamanya, dengan menganut paham
Mazhab Syafi’I, dan serta mempraktekkan pola hidup yang sangat sederhana.
Menurut apa yang dikemukakan Ibnu
Batutah tersebut, dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai, yaitu:
a) Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh mazhab Syafi’i.
b) Sistem
pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah.
c) Tokoh
pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama.
d) Biaya
pendidikan agama bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Pasai ini, sudah
terjadi hubungan antara Malaka dengan Pasai, bahkan Islam berkembang di Malaka
lewat Pasai. Raja Malaka memeluk Islam karena menikah dengan putri dari
kerajaan Pasai.
b.
Kerajaan
Perlak
Di atas sudah dikemukakan bahwa
kerajaan Perlak merupakan salah satu Kerajaan Islam tertua di Indonesia, bahkan
ada yang menyatakan lebih dahulu dari Kerajaan Samudra Pasai. Alasannya,
seorang putrid dari Sultan Perlak Muhammad Amin Syah (1225-1263) yang bernama
Putri Ganggang Sari telah menikah dengan Merah Selu (Malik As Shaleh)
yang diketahui adalah Raja Pasai pertama. Namun sebagaimana dikemukakan
terdahulu, bahwa tidak banyak bahan kepustakaan yang menjurus ke arah itu untuk
menguatkan pendapat tersebut.
Yang jelas Perlak merupakan daerah
yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh
Hindu. Berdasarkan factor demikian maka Islam dengan mudah sekali bertapak di
Perlak tanpa kegoncangan social dengan penduduk pribumi.
Berita perjalanan Marco Polo seorang
kebangsaan Italia pengeliling dunia, pernah singgah di Perlak pada tahun 1292
M. Dia menerangkan bahwa Ibukota Perlak ramai dikunjungi pedagang Islam dari
Timur Tengah, Parsi dan India, yang sekaligus melakukan tugas-tugas dakwah.
Menurut riwayatnya, Sultan Mahmudin
Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat
sebagai sultan yang keenam, terkenal sebagai seorang sultan yang arif bijaksana
lagi alim sekaligus seorang ulama. Dan sultan inilah yang mendirikan semacam
perguruan tinggi Islam pada saat itu.
Begitu pula di Perlak ini terdapat
suatu lembaga pendidikan lainya berupa majelis ta’lim tinggi, yang dihadiri
khusus oleh para murid yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Pada majelis
ta’lim ini diajarkan kitab-kitab agama yang punya bobot dan pengetahuan tinggi,
seperti kitab Al Um karangan Imam Syafi’i dan sebagainya.
Dengan demikian pada kerajaan Perlak
ini proses pendidikan Islam telah berjalan dengan baik.
c.
Kerajaan
aceh Darussalam (1511-1874)
Ketika kerajaan Islam Pasai
mengalami kemunduran, di Malaka berdiri sebuah Kerajaan yang diperintah oleh
Sultan Muhammad Syah. Namun kerajaan ini pun tidak bisa bertahan lama, setelah
mengalami masa keemasan yaitu ketika Sultan Muszaffar Syah (1450) memerintah.
Sesudah itu terus mengalami kemunduran. Ia tidak mampu menguasai pengaruh dari
luar terutama yang berada di Aceh. Maka sejak itulah Kesultanan di Aceh mulai
berkembang.
Kerajaan Aceh Darussalam yang
diproklamasikan pada tanggal 12 zulkaijah 916 H (1511 M) menyatakan perang
terhadap buta huruf dan buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan sejak berabad-abad
yang lalu, yang berlandaskan Pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan.
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam tersebut
adalah hasil peleburan Kerajaan Islam Aceh di belahan barat dan Kerajaan Islam
Samudra Pasai di belahan timur. Putra Sultan Abiddin Syamsu Syah diangkat
menjadi raja dengan gelar Sultan Alauddin Ali Mughayat Syah (1507-1522).
Sebelum munculnya kesultanan aceh,
kawasan utara Sumatera merupakan kedudukan kerajaan Islam; yang paling penting
adalah kerajaan Perlak dan Kesultanan Pasai, yang keduanya terletak di ujung
timur laut Sumatera Marcopolo yang mengunjungi Perlak pada tahun 1992
memberikan bukti pertama tentang sebuah kesultanan Islam di Asia Tenggara
kerajaan awal lainnya, Pasai, digambarkan sebagai suatu pusat penting
penyebaran islam di Nusantara. Kesultanan Aceh yang mulanya bukan merupakan
kerajaan penting dibagian paling barat laut Sumatera, dibawah kekuasaan Sultan
‘Ali Mughayat Syah berhasil mempersekutukan berbagai kerajaan kecil yang
terbelah secara tajam di kawasan utara Sumatera menjelang awal abad ke-16
(Azyumadi Azra: 2002 : 51).
Aceh pada saat itu merupakan sumber
ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar
negeri, sehingga banyaklah orang luar yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu.
Bahkan Ibukota kerajaan Aceh Darussalam terus berkembang menjadi Internasional
dan menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Karena itulah beberapa kalangan ada
yang menyatakan , bahwa pada saat-saat kekuatan imperialis barat telah
mematahkan sebagian besar negara-negara Islam, pada waktu itulah yaitu sekitar
permulaan abad 16 M lahir Lima Besar Islam yang terikat dalam suatu kerjasama
ekonomi, poitik, militer, dan kebudayaan, meliputi:
1.
Kerajaan Turki Usmani di Istambul
2.
Kerajaan Islam Maroko di Afrika
Utara
3.
Kerajaan Islam Isfahan di Timur
Tengah
4.
Kerajaan Islam Akra di India
5.
Kerajaan Islam Aceh Darussalam di
Asia tenggara
Dalam bidang pendidikan di Kerajaan
Aceh Darussalam adalah benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat
lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan, diantaranya:
1.
Balai Seutia Hukama;
Merupakan lembaga ilmu pengetahuan,
tempat berkumpulnya para ulama’, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.
Balai Seutia Ulama’;
Merupakan jawatan pendidikan yang
bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3.
Balai Jama’ah Himpunan Ulama’;
Merupakan kelompok studi tempat para
ulama’ dan sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran membahas
persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikan.
Adapun jenjang pendidikan yang ada
adalah sebagai berikut:
a)
Meunasah (madrasah);
Terdapat disetiap kampung, berfungsi
sebagai sekolah dasar,materi yang diajarkan yaitu; menulis dan membaca huruf
arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
b)
Rangkang;
Diselengarakan disetiap mukim,
merupakan masjid sebagai tempat berbagai aktifitas ummat termasuk pendidikan.
Rangkang adalah setingkat Madrasah Tsanawiyah. Materi yang diajarkan; bahasa
arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, (hisab), akhlak, fiqh, dan lain-lain.
c)
Dayah;
Terdapat disetiap daerah ulebalang
dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah
sekarang, Materi yang diajarkan; fiqh (hukum Islam), bahasa arab, tauhid,
tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid.
d)
Dayah Teuku Cik;
Dapat disamakan dengan perguruan
tinggi atau akademi, diajarkan fiqh, tafsir, hadits, tauhid (ilmu kalam),
akhlak/tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra arab, sejarah dan tata
negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat.
Dengan demikian, jelas sekali bahwa
di Kerajaan Aceh Darussalam ilmu pengetahuan benar-benar berkembang dengan pesat
dan mampu melahirkan para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan, seperti: Hamzah
Fansuri, Syekh Syamsudin Sumatrani, Syekh Nuruddin Ar Raniry dan Syekh Abdur
Rauf Tengku Syiah Kuala, yang merupakan nama-nama yang tidak asing lagi sampai
sekarang ini. Bahkan diantaranya ada yang diabadikan menjadi nama perguruan
tinggi terkenal di Aceh yaitu IAIN Ar Raniry dan Universitas Syiah Kuala.
2.
Sistem
Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Demak
Salah seorang raja Majapahit bernama
Sri Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam yang bernama Putri Cempa.
Kejadian tersebut tampaknya sangat besar pengaruhnya terutama dalam rangka
dakwah Islam. dari Putri Cempa inilah lahir seorang putra yang bernama Raden
Fatah, yang kemudian kita ketahui menjadi Raja Islam pertama di jawa (Demak).
Tentang berdirinya kerajaan demak,
para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa
kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas
jatuhnya kerajaan Majapahit. Adapula yang berpendapat, bahwa kerajaan Demak
berdiri pada tahun 1518 M. Hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut
merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang
mendapat serbuan tentara Raden Fatah dari Demak.
Kendatipun demikian, kehadiran kerajaan
Demak bukan penyebab runtuhnya Majapahit. Keruntuhanya lebih banyak disebabkan
kelemahan dan kehancuran Majapahit dari dalam sendiri, setelah wafatnya Hayam
Wuruk dan Patih Gajah Mada. Kerajaan majapahit didahului oleh kelemahan
pemerintah pusatnya yang disusul oleh perang saudara. Misalnya perang antara
Bre Wirabumi dengan putri mahkota Kusumawardani, perang saudara di Majapahit
ini berkepanjangan dengan memakan waktu kurang lebih 30 tahun, yang melibatkan
6 orang ahli waris dari Hayam Wuruk. Dengan demikian keruntuhan tersebut jelas
bukan disebabkan oleh agama Islam.
Kehadiran kerajaan Islam Demak
dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang membawa harapan.
Kerajaan Islam itu diharapkan sebagai kekuatan baru yang akan menghalau segala
bentuk penderitaan lahir dan mendatangkan kesejahteraan. Raja Majapahit sudah
kenal Islam jauh sebelum kerajaan Demak berdiri. Bahkan keluarga Raja Brawijaya
sendiri kenal agama Islam melalui putri Cempa yang selalu bersikap ramah dan
damai.
Tentang sikap Raden Fatah tatkala
terjadi penyerbuan terrhadap istana Majapahit olleh Ranawijaya Girindrawardhana
yang menyebabkan tewasnya ayah handanya Raja kertabumi didalam keratin adalah
sekedar bertahan dan membela hak waris atas Majapahit. Sebab kalau memang yang melakukan
penyerbuan kudeta di Majapahit pada saat itu ialah Raden Fatah, mengapa pada
saat tersebut dia tidak memproklamasikan dirinya sebagai pengganti sekaligus.
Semua itu sebenarnya otomatis di anggap sah, dan haknya sebagai putra mahkota.
Tapi nyatanya Demak sendiri baru
dinyatakan berdiri sekitar tahun 1518 M. Dalam tahun ini terjadi pertempuran
antara penerus kekuasaan Majapahit Patih Udara dengan Adipati Yunus yang
berkuasa di Demak. Setelah terjadinya pertempuran tersebut, kekuasaan Majapahit
praktis berakhir.
Dengan berdirinya agama Islam Demak
yang merupakan kerajaan Islam pertama di jawa tersebut, maka penyiaran agama
Islam makin meluas, pendidikan dan pengajaran Islam pun bertambah maju.
a.
Pelaksanaan
Pendidikan Islam di Kerajaan Demak
Tentang sistem pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang
dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat yang
menjadi sentral di suatu daerah, disana diajarkan pendidikan agama dibawah
pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat
pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberri gelaran
resmi, yaitu gelar sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga
tersebutlah nama-nama seperti: Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng
Tarub, Kiai Ageng Sela dan lain-lain.
Memang antara Kerajaan Deamak dengan
wali-wali yang Sembilan atau Walisonggo terjalin hubungan yang bersifat khusus,
yang boleh dikatakan semacam hubungan timbal-balik, dimana sangatlah besar peranan
para walisonggo di bidang dakwah Islam, dan juga Raden Fatah sendiri menjadi
raja adalah atas rasa keputusan para wali dan dalam hal ini para wali tersebut
juga sebagai penasehat dan pembantu raja.
Dengan kondisi yang demikian, maka
yang menjadi sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi kalangan pemerintah
dan rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan wali-wali
menyiarkan agama dan memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam
dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangat mengembirakan,
sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.
3.
Sistem
Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam Mataram
Kerajaan Demak ternyata tidak
bertahan lama, pada tahun 1568 M terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke
Pajang. Namun adanya perpindahan ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan
yang berarti terhadap sistem pendidikan dan pengajaran Islam yyang sudah
berjalan.
Baru setelah pusat kerajaan Islam
berpindah dari Pajang ke Mataram (1586), terutama di saat Sultan Agung (1613)
berkuasa, terjadi beberapa macam perubahan. Sultan Agung setelah mempersatukan
Jawa Timur dengan Mataram serta daerrah-daerah yang lain, sejak tahun 1630 M
mencurahkan perhatianya untuk membangun negara, seperti menggalakkan pertanian,
perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya,bahkan pada zaman Sultan Agung
juga kebudayaan, kesenian dan kesusastraan sangat maju.
Atas usaha dan kebijaksanaan dari
Sultan Agung lah kebudayaan lama yang berdsarkan Indonesia asli dan Hindu dapat
diadaptasikan dengan agama dan kebudayan Islam, seperti:
1.
Grebek disesuaikan denga hari raya
Idul Fitri dan Maulid Nabi. Sejak saat itu terkenal dengan Grebek Poso (Puasa)
dan Grebek Mulud.
- Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada Grebek mulud, atas kehendak Sultan Agung dipukul dihalaman masjid besar.
- Karena hitungan tahun Saka (Hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan hitungan perjalanan matahari, berbeda dengan tahun Hijriah yang berdasarkan perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintahan Sultan Agung, tahun yang saka yang telah berangka 1555 saka, tidak lagi ditambah dengan hitungan matahari, melainkan dengan hitungan perjalanan bulan, sesuai dengan tahun Hijriah. Tahun yang baru disusun disebut tahun jawa, dan sampai sekarang tetap jugadipergunakan.
a. Pelaksanaan Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam
Pada zaman kerajaan Mataram,
pendidikan sudah mendapat perhatian sedemikian rupa, seolah-olah tertanam
semacam kesadaran akan pendidikan pada masyarakat kala itu. Meskipun tidak ada
semacam undang-undang wajib belajar, tapi anak-anak usia sekolah tampaknya
harus belajar pada tempat-tempat pengajian di desanya atas kehendak orang
tuanya sendiri.
Ketika itu hampir disetiap desa
diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf hijaiyah, membaca
alquran, barzanji,, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya.
Adapun cara mengajarkannya adalah dengan cara hafalan semata-mata. Di setiap
tempat pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin.
Selain pelajaran alquran, juga ada
tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang telah khatam mengaji
alquran. Tempat pengajianya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di
asrama yang dinamai pondok, di dekat pesantren tersebut.
Adapun cara yang dipergunakan untuk
mengajar kitab ialah dengan sistem sorogan, seorang demi seorang bagi
murid-murid permulaan, dan dengancara bendungan (halaqah) bagi pelajar-pelajar
yang sudah lamadan mendalam keilmuanya.
Sementara itu pada beberapa daerah
Kabupaten diadakan pesantren besar, yang dilengkapi dengan pondoknya, untuk
kelanjutan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan di
pesantren-pesantren desa. Pesantren ini adalah sebagai lembaga pendidikan
tingkat tinggi.
Kitab-kitab yang diajarkan pada
pesantren besar itu ialah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu
diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara
halaqah. Bermacam-macam ilmu agama telah diajarkan disini, seperti: fiqh,
tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf dan sebagainya. Selain pesantren besar,
juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang
ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.
4.
Sistem
Pendidikan Pada Masa Kerajaan Islam di Banjarmasin
Kerajaan Demak memainkan peranan
penting dalam memasukkan Islam ke Kalimantan, dan perkembanganya mulai mantap
setelah berdirinya Kerajaan Islam Banjarmasin dibawah pimpinan Sultan
Suriansyah.
Tentang awal berdirinya Kerajaan
Islam Banjar ini, menurut Drs. Idwar Saleh. Ketua MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia)
cabang Banjarmasin, ialah pada hari Rabu Wage, 24 September 1526 M, dua hari
sebelum hari raya Idul Fitri, sesudah Pangeran Samudra yang kemudian berganti
nama dengan Sultan Syuriansyah menang perang dengan Pangeran Tumenggung di
Negara Daha.
Sesudah kerajaan Islam Banjar
berdiri dibawah pimpinan Sultan Syuriansyah, sebagai kerajaan Islam yang
pertama, maka perkembangan Islam makin maju, masjid-masjid dibangun hampir di
setiap desa.
Perkembangan yang sangat
mengembirakan, pada tahun 1710 M (tepatnya syafar 1122 H) di zaman Kerajaan
Islam Banjar ke- 7 dibawah pemerintahan Sultan Tahmilillah (1700-1748) telah
lahir seorang ulama’ terkenal kemudiannya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al
Banjary di desa Kalampayan Martapura.
Syekh Muhammad Arsyad yang sejak
kecil di asuh oleh Sultan Tahmilillah ini cukup lama berstudi di Mekah yaitu
sekitar 30 tahun, sehingga pada giliranya beliau terkenal keulamaanya dan
kedalaman ilmunya, tidak saja terkenal di Kalimantan dan Indonesia, tapi sampai
keluar negeri, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Syekh Muhammad Arsyad banyak
mengarang kitab-kitab agama, di antaranya yang paling terkenal sampai
sekarang adalah Kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah mengangkatnya
sebagai mufti besar Kerajaan Banjar. Syekh Muhammad Arsyad juga berjasa besar
dalam mendirikan pondok pesantren di kampung Dalam Pagar, yang sampai sekarang
masih terkenal dengan sebutan pesantren Darussalamnya.
Sistem pengajian kitab di
pesantren Banjarmasin, tidak berbeda dengan sistem pengajian kitab di pondok
pesantren Jawa ataupun Sumatra, yaitu dengan mempergunakan sistem halaqah,
menerjemahkan kitab-kitab yang dipakai ke dalam bahasa daerah (Banjar), sedang
para santrinya menyimaknya.
Sebelum tampilnya Syekh Muhammad
Arsyad, di Banjarmasin juga sudah terdapat seorang ulama’ besar, yaitu Syekh
Muhammad Nafis bin Idris Al Banjary, yang mengarang sebuah kitab tasawuf
“Addarunnafis”. Bagaimana tingginya iman dan ketebalan tauhid ummat Islam di
zaman itu, dapatlah terbaca pada karya Syekh Nafis Al Banjary ini, sehingga
bagi yang iman tauhidnya belum mencukupi, niscaya kitab ini akan membahayakan
kepada iman dan tauhid seseorang.
Ketika pemerintah kolonial Belanda,
menancapkan kekuasaanya di daerah Banjar, atas pimpinan seorang ulama besar
Pangeran Antasari, meletuskan perang Banjar yang terkenal, sejat tanggal 28
April 1859. Perang tersebut berlangsung lebih dari 40 tahun lamanya, dan baru
mereda perlawanan orang-orang Banjar tersebut setelah wafatnya Pangeran
Antasari.
Demikianlah bagaimana keadaan
pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam, yang jelas pada saat ini Islam telah
berkembang sedemikian rupa. Meskipun hanya beberapa kerajaan Islam yang penulis
kemukakan di dalam tulisan ini, bukan berarti mengecilkan arti pentingnya
kerajaan-kerajaan Islam yang lain, bahkan yang tak kalah pentingnya seperti
Kerajaan Islam di Sulawesi, Kerajaan Islam di Maluku dan sebagainya, yang
sangat besar perananya baik dalam pelaksanaan pendidikan Islam maupuin dakwah
Islamiyah tentunya.
C.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam Nusantara
Lembaga
pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam
yang bersaman dengan proses pembudayaan. Proses tersebut dimulai dari
lingkungan keluarga.
Dalam
Islam, keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama.
Hal ini diisyaratkan dalam al-quran sebagaimana juga dipraktikkan dalam sunnah
nabi Muhammad SAW.
Pada
surat At-tahrim ayat 6, dengan Gembalng Allah SWT memerintahkan kepada kita
untuk menjaga dan memelihara diri
dan keluarga dari kesengsaraan dan api
neraka. “Hai orang-orang beriman , peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka.” (Q.S. AT-tahrim:6).
Pada
ayat lain, Nabi SAW diperintahkan untuk memberikan peringatan dan dakwah Islam
kepada kaum keluarga terlebih dahulu. “Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabat yang terdekat”.(Q.S Asy-syura: 214)
Ini
dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya. Diantara orang-orang yang
paling dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarganya, yaitu
Khodijah (Istri), Ali bin abi thalib dan zaid bin haritsah (Haikal 1984:100)
Bentuk
lembaga pendidikan Islam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang
telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga yang satu dan lainnya
tidak terjadi tumpang tindih.
Prinsip-prinsip pendidikan Islam tersebut adalah:
1.
Prinsip
pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang membawa manusia kepada api
neraka (Q.S At-tahrim)
2.
Prinsip
pembinaan ummat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan
keseimbangan hidup bahagia di dunia maupun akhirat, sebagai realisasi
cita-citabagi orang yang beriman dan bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do
sehari-hari.
3.
Prinsip
amar ma’ruf nahi munkar serta membebaskan manusia dari belenggu-belenggu
kenistaan.
4.
Prinsip
pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak
didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta rasa dan karsanya.
5.
Prinsip
pembentukkan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan
ilmu pengetahuanyang satu sama lain
saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan dirinya padan sang
pencipta.
1.
Masjid dan surau
Secarah harfiah, masjid diartiakan sebagai tempat duduk atau setiap
tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga berarti tempat salat
berjamaah atau tempat salat untuk umum.
Masjid memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan Islam,
karna itu masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak di perlukan
bagi perkembangan mesyarakat Islam,
a.
Masjid
sebagai lembaga peradaban Islam
Masjid atau sanggar sebagai institusi pendidikan yang pertama
dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya, masjid atau langgar
mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Al-abdi dalam
bukunya Almadlehal menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk
kegiatan pendidikan. Dijadikannya masjid sebagai lembaga pendidikan akan
menghidupkan sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan
hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi rasa dan status ekonomi
dalam pendidikan. Dengan demikian, masjid merupakan lembaga kedua setelah
keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah
tinggi dalam waktu yang sama ( Hasan Langgulung 1988: 111).
Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
1.
Mendidik
anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
2.
Menanamkan
rasa cinta pada ilmu pengetahuan, dan menanamkan solidaritas sosial serta
menyadarkan hak-hak dan kewajiban sebagai insan pribadi, sosial, dan warga
negara.
3.
Memberi
rasa ketentraman, dan kekuatan, dan
kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran,
keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme, dan pengadaan penelitian.
b.
Surau
Secara garis
besarnya, surau mempunyai 2 fungsi, yaitu: pertama, berfungsi sebagai
lembaga pendidikan, dimana pada abad awal Islam tarikat telah muncul
sebagai tanggapan atas kebutuhan umum sebagai sarana dan metode pendekatan diri
kepada Tuhan. Penganut tarikat ini, di sebut sufi dan menekuni tariqah
yang ditetepkan oleh seorang guru/syekh, dimana mereka belajar bertahun-tahun.
Tariqah dan sekolahnya ini termasuk bagian dari sistem surau yang sudah ada di
Minangkabau, tanpa pergeserah dan perubahan apapun (Dobbin, dalam Mastuki,
dalam Khozin : 2006 : 79)
2.
Pondok Pesantren
a. Asal-usul pondok pesantren dan sejarah perkembangannya.
Pesantren dilahirkan asal dasar kewajiban dakwah Islamiah, yakni
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader
ulama atau da’i. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “ tempat
belajar para santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal
sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata “ pondok” juga berasal
dari bahasa arab “funduk” yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari,
1983: 18).
b. pesantern sebagai lembaga pendidikan Islam
Mekanisme kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan
sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.
Memakai
sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah
modern sehinggaa terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiai.
2.
Kehidupan
di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama
mengatasi problema nonkulikuler mereka.
3.
Para
santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar ijasah karna
sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijasah, sedangkan santri dengan
ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijasah tersebut. Hal itu karena
tujua utama mereka hanya ingin mencari keridhaan Allah SWt semata.
4.
Sistem
pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penamaan
rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.
Alumni
pondok pesantren tidak menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir
tidak dapat dikuasai oleh pemerintah ( Amin Rais, 1989:162).
c.
Sistem
Pendidikan dan Pengajaran pesantren
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat
nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran
sorogan dan wetonan atau bendungan (menurut istilah dari
jawa barat).
Sorogan disebut juga
sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan
tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kiai. Dengan cara
sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang disebut “badal”.
Dengan metode bandungan atau halaqoh dan sering juga
disebut wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan membentuk
lingkaran. Kiai maupun santri dalam halaqoh tersebut memegang kitab
masing-masing. Meskipun pesantren tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan
pengajaran secara halaqoh ini, kemampuan para santri dapat diketahui.
Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu:
a.
Pesantren
tradisional; pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional
dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b.
Pesantren
modern; pesantren yang berusaha
mengintegrasikan secara penuh sistem sistem klasikal dan sekolah kedalam pondok
pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pe ngajian
kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang Cuma sekedar pelengkap,
dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Begitu juga dengan yang
diterapkan seperti cara sorogan dan bandungan mulai berubah
menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara umum, atau studium
general (Zuhairini, 1986: 65)
3.
Madrasah
a. Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah merupakan isim makan dari “darasah” yang berarti “tempat
duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan
istilah sekolah atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta, 1990:
618). Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang
di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 M. Ketika penduduk naisabur
mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah pertama kalinya (Moh.
Athiyah al-Abrasyi, 1974: 82).
b. Lahir dan berkembangnya madrasah di Indonesia
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya
mempunyai beberapa latar belakang, di antaranya:
1.
Sebagai
manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2.
Usaha
penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya
memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan
kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
3.
Adanya
sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya santri yang
terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi
(Muhaimin, 1993: 305).
c.
Sistem
Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan
agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun persentase yang berbeda. Pada
waktu pemerintah republik Indonesia, kementrian agama yang mengadakan pembinaan
dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui kementrian agama,
merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh mentri
agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus
memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam
seminggu (I. Djumhur, 1979: 223)
Jenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:
1.
Madrasah
rendah (madrasah ibtidaiyah)
2.
Madrasah
lanjutan tingkat pertama (madrasah
tsanawiyah)
3.
Madrasah
lanjutan atas (madrasah
aliyah)
4.
Perguruan Tinggi Agama Islam
Umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu
mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islam yang lengkap,
mulai pesantren yang sederhana sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus, Islamic College pertama telah
didirikan dan dibuka di bawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 desember 1940
di padang, sumatra barat (M.Yunus, 1985:103). Lembaga tersebut terdiri dari dua
fakultas, yaitu syariat/ agama dan pendidikan serta bahasa arab. Tujuan yang
ingin dicapai lembaga ini adalah mendidik ulama-ulama.
Pada tanggal 22januari 1950, sejumlah pemimpin Islam dan para ulama
juga mendirikan sebuah universitas Islam di solo. Pada tahun itu juga, fakultas
agama yang semula ada di Universitas Islam Indonesia Yogyakartadiserahkan ke
pemerintah , yakni kementrian Agama yang kemudian dijadikan perguruan tinggi
agama Islam negri (PTAIN) dengan PP No. 34 Th. 1959, yang kemudian menjadi
institut agama Islam negri (IAIN).
Di samping lembaga pendidikan tinggi Islam (IAIN), pihak perguruan
tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi dengan diresmikannya
lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama koordinator perguruan tinggi
agama Islam swasta (KOPERTAIS) yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.
5.
Majlis Taklim
Majlis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal,
yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, serta memberantas kebodohan umat Islam
agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan di redhoi oleh Allah
SWT.
a. Pengertia dan Latar Belakang Historis Majelis Taklim
Mejelis taklim secara istilah adalah lembaga pendidikan nonformal Islam
yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur,
dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT,
manusia dan sesamanya dan manusia dan
lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yangbertaqwa kepada Allah SWT.
(Nurul Huda, 1984: 5).
Pada majlis taklim ada hal-hal yang cukup membedakan dengan yang
lainnya, yaitu:
1.
Majlis
taklim adalah lembaga pendidikan Islam nonformal
2.
Waktu
belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya madrasah
atau sekolah.
3.
Pengikut
atau pesertanya disebut jama’ah (orang banyak), bukan pelajar atau santri
4.
Tujuannya,
yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.
Di masa puncak kejayaan Islam, majlis taklim di samping
dipergunakan sebagai tempat menuntut ilmu, juga menjadi tempat para ulama dan
pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak salah
bila dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu ketika itu,
merupakan produk majlis taklim (Nurul Huda, 1984: 7)
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majlis taklim berfungsi:
1.
Membina
dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT.
2.
Sebagai
taman rekreasi rohaniah karna penyelenggaraannya bersifat santai.
3.
Sebagai
ajang berlangsungnya silaturrahmi massa yang dapat menghidup suburkan dakwah
dan ukhuwah Islamiah.
4.
Sebagai
sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan umat.
5.
Sebagai
media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada
umumnya (Nurul Huda, 1984: 4)
Demikianlah, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang peranannya
mancerdaskan manusia Indonesia,
khususnya umat Islam tidak diragukan lagi.sejarah mencatat bahwa hasil dari
sistem pendidikan yang diselenggarakan lembaga-lembaga tersebut sangat
memuaskan, bahkan menakjubkan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut tetaptumbuh dan
berkembang mendidik dan mencerdaskan anak-anak sebagai generasi muda Indonesia
yang mayoritas agama Islam, menjadi manusia Indonesia yang beragama, bersatu,
dan berjiwa kebangsaan.
Dari yang dikemukakan diatas, jelas bahwa lembaga-lembaga
pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia.
Daftar referensi:
Azyumardi Azra, 2002, Jaringan
Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung : Mizan
Hasbullah, 2001, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,
Jakarta
Haidar Putra D, 2003, Sejarah
Pertunbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana
Khozin, 2006, Jejak-Jejak
Pendidikan Islam di Indonesia (Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi), Malang :
UMM Malang
Mahmud Yunus, 2008, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah
http://ranuwa.wordpress.com/2011/12/15/sistem-pendidikan-pada-masa-kerajaan-islam-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar